Selasa, 08 Januari 2013

kajian makkiyyah dan madaniyyah dalam mushaf standar


Dasar Pengelompokan Surah Makkiyyah dan Madaniyyah
Dalam Mushaf Standar
Oleh: Reflita, MA

A. Pendahuluan
Penafsiran Al-Qur'an sangat terkait dengan situasi sosial kultural dimana ayat Al-Qur′an diturunkan. Ayat yang turun pada masa awal kenabian (periode Mekah) memiliki perbedaan, baik dari segi redaksi maupun tema yang dikandung dengan ayat yang turun di Medinah. Munculnya beberapa kekeliruan dalam penafsiran disinyalir karena tidak menggunakan pijakan kronologi sejarah pewahyuan, baik yang terkait dengan asbābun-nuzūl, makkiyyah dan madaniyyah maupun al-nāsikh wal-mansūkh.
Dalam sejarah penurunanya, Al-Quran diturunkan secara beransur-ansur (tadarruj), sehingga ada yang turun di Mekah dan ada ayat yang turun di Medinah, ada yang turun sebelum hijrah dan sesudah hijrah. Bahkan jarang satu surah diturunkan secara utuh di satu tempat atau satu periode. Terkadang dalam satu surah, terdapat ayat yang turun sebelum hijrah, yang lainnya turun setelah hijrah. Kajian mengenai kronologi turunnya ayat yang dalam istilah Ulumul Quran dikenal dengan ilmu asbābil-nuzūl makkiy dan madaniy kemudian menjadi bahan kajian baik oleh kalangan Muslim maupun Orientalis.
Para ulama mencurahkan perhatian yang sangat besar terhadap kajian makkiyyah dan madaniyyah ini, mereka meneliti Al-Quran surah demi surah, ayat demi ayat untuk mengetahui urutan turunnya, dengan memperhatikan waktu, tempat dan kepada siapa ayat-ayat itu ditujukan. Bahkan, Abū asan an-Naisaburī[1] dalam kitabnya “at-Tanbīh” mengemukakan, ‘‘Ilmu-ilmu al-Qur’an yang paling mulia adalah ilmu waktu dan tempat diturunkannya.”

B. Pengertian Makkiyyah dan Madaniyyah
Perbedaan ulama dalam menetapkan suatu surah apakah termasuk kelompok makkiyyah ataukah madaniyyah disebabkan oleh perbedaan mereka dalam menetapkan kategori makky dan madaniy. Ada yang menetapkannya berdasarkan tempat turunnya, ada juga yang menetapkannya berdasarkan waktu diturunkannya ayat dan ada yang membaginya berdasarkan style bahasa atau ungkapan (uslūb). Perbedaan ini berimplikasi pada perbedaan defenisi yang muncul.
Istilah makky pada dasarnya diambil dari nama kota Mekah, tempat permulaan Nabi menyebarkan ajaran Islam. Ia merupakan kata sifat yang disandarkan pada kota tersebut. Disebut makky apabila mengadung kriteria yang berasal dari Mekah. Begitu juga istilah madaniy berasal dari nama kota Medinah, tempat yang menjadi tujuan hijrah Rasulullah dalam penyebaran dan pengembangan Islam yang kemudian menjadi kata sifat yang disandarkan kepada kota tersebut.
Sejarah kajian ke-Al-Quran-an tidak bisa terlepas dari rentetan sejarah dakwah nabi yang banyak terpokus di dua tempat Mekah dan Medinah. Walaupun dalam pekembangannya, dakwah rasul tidak hanya seputar dua kota tersebut, namun meluas melewati batas wilayah keduanya. Perkembangan ini tetap tidak mempengaruhi Mekah dan Medinah sebagai pusat sentral penyebaran Islam. Oleh karena itu pengertian Makky dan Madaniy tidak hanya terkait dengan ruang tempat dan penduduk sekitarnya, namun juga berhubungan dengan periode waktu. Oleh karena itu, ulama tidak lagi memahami makky dan madaniy dalam pengertian sempit, hanya terbatas kepada tempat saja. Al-Imam az-Zarkasyī[2] dalam bukunya al-Burhān fī Ulūmul Quran mengemukakan tiga defenisi makky dan madaniy dilihat dari unsur waktu, tempat dan sasaran pembicaraan.[3]
Pertama, Ayat/surah makkiyah adalah ayat/surah Al-Quran yang turun di Mekah sekalipun setelah hijrah sedangkan ayat/surah madaniyyah adalah ayat/surah Al-Quran yang turun di Medinah sekalipun turun setelah hijrah.
Kedua, Ayat/surah makkiyah adalah ayat/surah Al-Quran yang turun sebelum hijrah Nabi sekalipun turun bukan di Mekah, sedangkan ayat/surah Madaniyyah adalah ayat/surah Al-Quran yang turun setelah hijrah nabi sekalipun turun bukan di Medinah.
Ketiga, Ayat/surah makiyyah adalah ayat/surah Al-Quran yang khitabnya (fokus pembicaraannya) ditujukan kepada penduduk Mekah, sedangkan Ayat/surah makiyyah adalah ayat/surah Al-Quran yang khitabnya (fokus pembicaraannya) ditujukan kepada penduduk Medinah.
            Setelah mengemukakan tiga defenisi di atas, Imam az-Zarkasyī berpendapat bahwa defenisi yang kedua, merupakan defenisi yang lebih tepat, karena defenisi ini lebih populer di kalangan ulama. Pendapat ini kemudian diikuti oleh Imam as-Sayū•ī dalam bukunya al-Itqān fī Ulūmil Qur‘ān dan ulama-ulama sesudahnya. Pada umumnya definisi tentang makky dan madaniy dalam buku-buku ulama belakangan merujuk pada defenisi yang dikemukakan oleh az-Zarkasyī.
            Penentuan defenisi yang paling tepat dalam memahami makky dan madaniy adalah sangat penting, karena hal ini berimplikasi pada proses pengelompokan surah. Sangat diperlukan usaha pen-tarjih-an atas ketiga defenisi tersebut.
Pertama, defenisi berdasarkan kontek tempat
            Ulama yang mengemukakan defenisi berdasarkan kontek ini mengkategorikan ayat/surah yang turun di Mekah dan sekitarnya sekalipun turun setelah hijrah sebagai surah makkiyyah dan ayat/surah yang turun di Medinah dan sekitarnya sekalipun turun sebelum hijrah sebagai surah madaniyyah. Persoalannya adalah bagaimana dengan wahyu yang turun bukan di dua tempat tersebut atau yang turun di Mekah dan Medinah. Di sini ulama yang mendukung pendapat ini mengalami kesulitan.
1. Kesulitan mereka ketika ada wahyu yang turun di luar kota Mekah dan Medinah. Ulama kemudian berusaha menetapkan daerah-darah yang termasuk di luar kota termasuk bagian kota. Seperti yang dilakukan Imam as-Sayū•ī, ia menetapkan daerah Mina, ‘Arafat dan Hudaibiyyah termasuk kedalam batasan Kota Mekah. Sedangkan daerah Badar, Uhud dan Sala′ termasuk dalam batasan Medinah. Penetapan ini jelas mengundang perdebatan.
2. Kesulitan lainnya adalah ketika ada ayat/surah yang turun bukan di dua daerah tersebut dan juga bukan di daerah sekitarnya. Seperti ayat 45 Surah az-Zukhruf yang turun di Baitul Maqdis. Ulama pendukung defenisi ini akhirnya memunculkan istilah baru yakni mā laisa bi makky wa lā madaniy. Istilah ini juga sulit untuk diterima.
Kedua kesulitan ini membuat defenisi berdasarkan kontek tempat memiliki kelemahan
Kedua, berdasarkan kontek khitāb (kepada siapa ayat ditujukan)
            Ulama yang mendefenisikan makky dan madaniy berdasarkan kontek khitāb ini mengkategorikan ayat/surah yang ditujukan kepada penduduk Mekah sebagai ayat/surah makkiyyah dan ayat/surah yang ditujukan terhadap penduduk Medinah sebagai surah madaniyyah.
Dari sudut tinjauan komunikan, konsep Makki dicirikan dengan bentuk panggilan umum/universal yang merujuk seluruh manusia (yā ayyuhān-nās, wahai sekalian manusia —tidak membedakan suku, ras, dan agama). Sebutan universal ini cocok dengan karakter pesan Al-Qur′an yang diturunkan pada periode Mekah atau secara umum sebut saja periode masa Nabi sebelum berhijrah ke Madinah. Mekah menjadi lokasi yang cocok untuk menurunkan ajakan kembali kepada tauhid dan seruan kepada moral yang baik karena kedua persoalan inilah merupakan problem utama teologi dan kultural yang dialami penduduk Mekah ketika itu.
Di sisi lain, Madani mencirikan sebuah nilai pembaruan, sebuah konsep nuzul yang dicirikan oleh sifat yang lebih khusus dan ekslusive, bukan lagi dekonstrukif dengan mengganyang kepercayaan lama dan moral rendah, tetapi bersifat konstruktif yang bernilai signifikan bagi pembangunan masyarakat baru. Di sinilah nilai-nilai eksklusif Islam diturunkan dalam proses intensifikasi dakwah, pelembagaan syariat yang baru, dan penentuan strategi bagi pembangunan masyarakat muslim yang kuat. Dari sisi tinjauan strategi dakwah, kondisi ini cocok bagi proses penanaman nilai-nilai agama yang bersifat pendalaman. Sebutan yang kerap dipakai untuk pesan-pesan yang turun di sini, yā ayyuhalladzīna āmanū (wahai orang-orang yang beriman), misalnya merujuk sebuah seruan yang bersifat internal dan eksklusif.
            Kesulitan dalam pengelompokan ini adalah terdapat ayat-ayat yang ditujukan bukan kepada penduduk Mekah dan Medinah karena tidak memakai khitab yā ayyuhalladzīna āmanū ataupun yā ayyuhannāsu.
Ketiga, berdasarkan kontek waktu
            Mayoritas ulama memilih defenisi berdasarkan kontek waktu karena defenisi makky dan madaniy menjadi lebih fleksibel mencakup unit wahyu yang diturunkan. Karena yang dijadikan patokan adalah hijrah Nabi bukan lagi tempat dan khitāb. Semua ayat yang turun sebelum hijrah, baik dimana pun tempat turunnya dikategorikan makkiyyah dan ayat yang turun setelah hijrah dikelompokkan madaniyyah, sekalipun turun di Mekah.[4]
            Imam az-Zarqanī mengatakan, ketika makky dan madany dibawa ke dalam kontek waktu akan lebih tepat, karena dengan ini tidak ada lagi kebingungan dalam pengelompokkan unit wahyu yang diturunkan di berbagai tempat dan berbagai kondisi dan situasi.[5]
             
 C. Metode/cara Mengetahui Makkiyah dan Madaniyyah
            Konsep makkiyyah dan madaniyyah pada dasarnya dibangun atas dasar informasi (riwayat). al-Qādī Abū Bakr al-Bāqilānī[6] mengemukakan, bahwa untuk dapat mengetahui makky dan madaniy harus merujuk kepada riwayat sababat nabi allallāhu alaihi wa sallam dan tabiin. Sebab merekalah yang menyaksikan dan mengetahui dimana dan dalam kondisi apa suatu ayat/surah diturunkan. Sekalipun rasul tidak menekankan sabahatnya untuk mencermati tempat turun suatu ayat, namun para sahabat sangat menaruh perhatian terhadap bidang ini. Dari kalangan sahabat terdapat beberapa nama yang ahli di bidang asbābun nuzūl, makky dan madaniy. Bahkan ada sahabat yang mengetahui secara detail kronologis penurunan wahyu.
            Ibnu Mas‘ūd sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhārī berkata, demi Allah yang tidak ada Tuhan selainnya, tidak pernah diturunkan ayat dari Al-Quran kecuali aku mengetahui kepada siapa ayat tersebut ditujukan dan dimana diturunkan. Alī bin Abī ◘ālib juga pernah berkata, Tidak ada suatu ayat pun yang turun kecuali saya mengetahui dalam hal apa dan dimana ayat itu diturunkan.
            Hanya saja dalam Al-Quran tidak semua ayat yang memiliki asbābul nuzūl dan penjelasan tempat turunnya. Riwayat yang berasal dari sahabat maupun tabiin mengenai tempat turunnya ayat tidak mencakup semua ayat Al-Quran. Sehingga membuka peluang munculnya ijtihad dalam penetapan ayat/surah Makkiyyah dan Madaniyyah.
Az-Zarkasyī dengan mengutip perkataan al-Jabarī mengemukakan ada dua cara mengetahui makky dan madaniy yaitu dengan cara simai (berdasarkan riwayat) dan qiyasi (melalui perbandingan). Penetapan secara qiyasi melalui perbandingan secara komprehensif terhadap seluruh surah-surah makkiyah dan madaniyyah yang memiliki riwayat dari sahabat maupun tabiin. Dari hasil perbandingan ini, ulama kemudian menetapkan parometer dan kekhususan dari masing–masing kelompok makkiyah dan madaniyyah.[7]

a.Tanda-tanda Surah Makkiyyah
1. Setiap surah yang di dalamnya terdapat ‘‘ya ayyuhannās”, dan di dalamnya tidak mengandung ‘‘yā ayyuhalla♣īna āmanū”. Ulama berbeda pendapat mengenai ayat akhir Surah al-ajj, namun mayoritas ulama berpendapat ayat tersebut adalah ayat Makkiyyah.
2. Setiap surah yang di dalamnya mengandung lafaz ‘‘Kallā’’. Lafaz ini hanya terdapat pada separuh terakhir dari Al-Quran dan di sebutkan sebanyak 33 kali dalam 15 surah.
3. Setiap surah yang di dalamnya terdapat ayat Sajdah.
4. Setiap surah yang diawali oleh huruf Hijaiyah, kecuali Surah al-Baqarah dan Āli Imrān.[8]
5. Setiap surah yang mengandung cerita Nabi Adam dan iblis, kecuali Surah al-Baqarah.
6. Setiap surah yang mengandung kisah umat terdahulu.
7. Setiap surah mufa☺☺al (surah-surah pendek).
Ayat/surah makkiyah memiliki keistimewaan dari segi tema dan gaya bahasa. Di antaranya:
1. Doktrin tentang tauhid dan hanya beribadah kepada Allah, pembuktian mengenai risalah, hari kebangkitan, pembalasan, kiamat dan kengeriannya, neraka dan siksanya, surga dan nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrik dengan menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniyyah.
2. Peletakan dasar-dasar umum untuk perundang-undangan dan akhlak mulia yang menjadi dasar terbentuknya masyarakat, dan penyikapan dosa orang-orang musyrik dalam penumpahan darah, memakan harta anak yatim secara zalim, penguburan hidup-hidup bayi perempuan dan tradisi buruk lainnya.
3. Menyebutkan kisah para nabi dan umat-umatnya terdahulu.
4. Suku katanya pendek, disertai dengan kata-kata yang mengesankan pernyataannya singkat.
5. Memiliki makna yang dalam dalam setiap ungkapannya.

b). Tanda-tanda Ayat/Surah Madaniyyah.
1. Diawali dengan yā ayyuhal-la♣īna āmanū (wahai orang-orang yang beriman).
2. Setiap surah yang di dalamnya ada perintah jihad
3. Setiap surah yang di dalamnya di sebutkan orang-orang munafik, kecuali Surah al-‘Ankabūt.
4. Setiap surah yang berisi kewajiban atau hukuman.
Keistimewaan ayat/surah madaniyyah dari segi tema dan gaya bahasa adalah sebagai berikut:
1. Ayat/surahnya panjang-panjang.
2. Mengunakan uslub (gaya bahasa yang) yang mengandung hujjah ketika berdialok dengan ahli kitab.
3. Menjelaskan hukum-hukum amaliah. Seperti ibadah, muamalah, hubungan kemasyarakatan, dan hukuman.
4. Mengungkapkan sifat orang munafik disertai peringatan dan kehati-hatian berhadapan dengan mereka.
5. Menjelaskan kaedah-kaedah tasyri (penetapan hukum) dan hikmah pensyariatannya jihad dan hukum-hukum yang berkaitan dengannya. Seperti perdamaian, ganimah (harta ranpasan perang), tebusan dan tawanan.[9]

D. Jumlah Surah-Surah Makkiyyah dan Madaniyyah
            Sama halnya dengan pengertian makky dan madaniy, ulama juga berbeda pendapat mengenai jumlah ayat makkiyah dan madaniyyah. Dalam Mukadimah kitabnya, Ibnu Ka♪īr mengemukakan bahwa terdapat beberapa riwayat dari sahabat mengenai surah-surah yang turun di Mekah dan Medinah. Riwayat yang sahih menurutnya adalah riwayat dari Abī ◘al♥ah:
عن علي بن أبي طلحة، قال: نَزَلَتْ بِالْمَدِيْنَةِ سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ، وَآلِ عِمْرَان، وَالنِّسَاءِ، وَالْمَائِدَةِ، وَالأَنْفَالِ، والتَّوْبَة، والحَجِّ، وَالنُّوْرِ، والأَحْزَاب، وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا، وَالْفَتْحِ، وَالْحَدِيْدِ، وَالْمُجَادِلَةِ، وَالْحَشْر، وَالْمُمْتَحَنَةِ، وَالْحَوَارِيُوْن، وَالتَّغَابُنِ، و { يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ } و { يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ } والْفَجْرِ، { وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى } و { إِنَّا أَنزلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ } و { لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ كَفَرُوا } و { إِذَا زُلْزِلَتِ } و { إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ }
‘Alī bin Abī ◘al♥ah berkata, Surah yang turun di Medinah adalah al-Baqarah, Āli ‘Imrān, an-Nisā′, al-Mā′idah, al-Anfāl, at-Taubah, al-♦ajj, an-Nūr, al-A♥zāb, Mu♥ammad, al-Fat♥, al-♦adī○, al-Mujādilah, al-♦asyr, al-Mumta♥anah, al-♦awāriyyūn, at-Tagābun, a•-◘alāq, at-Ta♥rīm, al-Fajr, al-Lail, al-Qadr, al-Bayyina♥, al-Zalzalah, an-Na☺r. 
Lebih lanjut setelah mengomentari kualitas hadis ini, Ibnu Ka♪īr menyebutkan, bahwa dalam riwayatnya ini, Abī ◘al♥ah luput menyebutkan Surah al-♦ujurāt dan al-Muawwi♣atain.[10] Berdasarkan riwayat ini, surah-surah madaniyyah berjumlah 25 surah.
Menurut as-Suyū•ī, klasifikasi surah-surah Madaniyyah yang paling cermat dilakukan oleh Abul-♦asan al-a☺☺ar dalam bukunya an-Nāsikh wal-Mansūkh. Ia berkata: Surah yang disepakati ulama sebagai Madaniyyah berjumlah 20, yang diperselisihkan apakah makkiyyah atau madaniyyah 12 surah, dan sisanya makkiyyah. Yang disepakati sebagai surah Madaniyyah adalah: al-Baqarah, Āli Imrān, an-Nisā′, al-Mā′idah, al-Anfāl, at-Taubah, an-Nūr, al-Azāb, Muammad, al-Fat, al-ujurāt, al-adīd, al-Mujādilah, al-asyr, al-Mumtaanah, al-Jumu’ah, al-Munāfiqūn, a-alāq, at-Tarīm, an-Nar. Sedangkan 12 surah yang diperselisihkan yaitu: al-Fātihah, ar-Rad, ar-Ramān, a-aff, at-Tagābūn, al-Muaffifīn, al-Qadr, al-Bayyinah, az-Zalzalah, al-Ikhlā☺, al-Falaq, dan an-Nās.
            Berbeda dengan yang dikemukakan al-Ha☺☺ar di atas, penulis menemukan surah-surah yang disepakati ulama sebagai surah Madaniyyah sebanyak 19 surah, sedangkan surah yang disepakati makkiyyah berjumlah 73 surah, dan sisanya 22 surah adalah surah-surah dipersisihkan ulama, antara makkiyyah dan madaniyyah. Berikut ini daftar surah-surah makkiyyah dan madaniyyah.

1. Surah-Surah Makkiyyah
Al-An‘ām
Al-Qalam
Al-Arāf
Al-Hāqqah
Yūnus
Al-Ma‘ārij
Hūd
Nū♥
Yūsuf
Al-Jinn
Ibrāhim
Al-Muzzammil
Al-ijr
Al-Mudda♪♪ir
An-Nal
Al-Qiyāmah
Al-Isrā′
Al-Mursalāt
Al-Kahf
An-Nabā′
Maryam
An-Nāzi‘āt
◘āhā
‘Abasa
Al-Anbiyā′
At-Takwīr
Al-Muminūn
Al-Infitār
Al-Furqān
Al-Insyiqāq
Asy-Syuarā
Al-Burūj
An-Naml
A-◘āriq
Al-Qaa
Al-Gāsyiyah
Al-Ankabūt
Al-Fajr
Ar-Rūm
Al-Balad
Luqmān
Asy-Syams
As-Sajdah
A-uhā
Saba
At-Tīn
Fātir
Al-‘Alaq
Yā☺īn
Al-Qari’ah
A-affāt
At-Takā☺ūr
Sād
Al-‘Ar
Az-Zumār
Al-Humazah
Al-Mumin
Al-Fīl
Fu☺☺ilat
Al-Ma’ūn
Asy-Syūrā
Al-Lahab
Az-Zukhruf

Ad-Dukhān

Al-Jāsiyah

Al-Aqāf

Qāf

A-♠ārriyāt

At-Tūr

An-Najm

Al-Qamar

Al-Wāqiah

Al-Mulk






























2. Surah-Surah Madaniyyah
1.      Al-Baqarah
2.      Āli Imrān
3.      an-Nisā′
4.      Al-Māidah
5.      Al-Anfāl
6.      At-Taubah
7.      An-Nūr
8.      Al-Ahzāb
9.      Muhammad
10.  Al-Fat
11.  Al-ujarāt
12.  Al-Mujādilah
13.  Al-Hasyr
14.  Al-Mumtaanah
15.  Al-Munāfiqūn
16.  A-alāq
17.  At-Tarīm
18.  Al-Insān
19.  An-Nar

3. Surah-Surah Makkiyyah dan Madaniyyah yang Diperselisihkan
NO
NAMA SURAH
KLASIFIKASI (menurut ulama)
Makikiyyah
Madaniyyah
1
Al-Fātiah
Jumhur ulama dari riwayat Abi Maisarah
Ibnu Abbās, Alī bin Abī ◘ālib
2
Ar-Rad
Ibnu ‘Abbās, Mujāhid
Qatādah
3
Al-ajj
An-Nuās
Ad-Da♥♥ā'
4
Ar-Ramān
Ibnu ‘Abbās
Al-Baihaqī
5
Al-adīd
Ibnu ‘Abbās
Jumhur
6
A-af
Ibnu Yasar, Ibnu Abas, Mujahid
Jumhur
7
Al-Jumah
Ibnu Yasar, Ibnu Abas, Mujahid
Jumhur
8
At-Tagābun
Ibnu ‘Abbās, Ibnu ‘Aa’, Ibnu Yasar
Mayoritas ulama
9
Al-Muaffifīn
Qurubiy, Ibnu Mas‘ūd
♦asan , Ikrimah
10
Al-Alā
Jumhur
A-ahā'
11
Al-Lail
Jumhur
Ibnu ‘Abbās, Abu alah
12
Asy-Syar
Ibnu Zubair, Aisyah, Ibnu ‘Abbās
Al-Biqā′i
13
Al-Qadr
Mawardi
a♪-♫a‘labī, Al-Wāhidī
14
Al-Bayyinah
Aisyah, Ibnu ‘Abbās, jumhur
Ibnu Zubair, jumhur
15
Az-Zalzalah
Ibnu ‘Abbās
Ibnu Mas‘ūd
16
Al-‘Ādiyāt
Ibnu Mas‘ūd, Jābir
Ibnu ‘Abbās, Anas Bin Mālik
17
Quraisy
Jumhur
a-aā'
18
Al-Kauar
Ibnu ‘Abbās, Muqātil
♦asan, Ikrimah (pendapat yang kuat)
19
Al-Kāfirūn
Ibnu Mas‘ūd, asan
Ibnu Zubair, Ibnu ‘Abbās
20
Al-Ikhlās
Ibnu Mas‘ūd, ♦asan, Ikrimah
Ibnu ‘Abbās
21
Al-Falaq
♦asan
Ibnu ‘Abbās
22
An-Nās
♦asan
Ibnu Zubair
           
            Terjadinya perbedaan dalam penentuan surah makkiyyah dan madaniyyah di atas pada dasarnya disebabkan oleh beberapa faktor:
1.      Tidak adanya penjelasan dari nabi Muhammad. Tidak ada perkataan nabi yang menjelaskan ayat/surah ini turun di Mekah atau  surah di Medinah.
2.      Perbedaan dalam penentuan defenisi makky dan madaniy.
3.      Dalam hadis-hadis tentang asbābun nuzūl, tidak ada penjelasan yang jelas tentang sebab turun ayat/surah. Terkadang sebagian riwayat yang dianggap sebab turun ayat malah merupakan tafsiran terhadap ayat.
4.      Ciri-Ciri ayat/surah makkiyyah dan madaniyyah yang ditetapkan ulama tidak berlaku universal dan pasti. Setiap kaedah/kriteria selalu memiliki pengeculian. Hal ini menimbulkan adanya kontaversi di kalangan ulama.
5.      Sebagian ulama berpedoman pada riwayat yang lemah, padahal terdapat riwayat yang sahih yang menjelaskan tempat turunnya ayat/surah.

E. Faedah Mengetahui Ayat Madaniyyah dan Makkiyyah
Mengetahui perbedaan ayat-ayat Makkiyyah dan Madaniyyah merupakan bagian terpenting dari ilmu-ilmu Al-Qur′an, karena hal itu mengandung beberapa faedah antara lain:
1.      Menunjukkan ketinggian balagah dan uslub Al-Qur′an. Sehingga dalam berdakwah atau mengajak kepada setiap kaum selalu disesuaikan dengan kondisi dan keadaan mereka.
2.      Menunjukkan hikmah pensyariatan hukum-hukum yang sangat sempurna, yaitu hukum-hukum itu diturunkan secara bertahap sesuai dengan keadaan, kondisi, dan tuntutan mukhaabīn (umat manusia) serta kesiapan mereka untuk menerima dan melaksanakan hukum-hukum tersebut.
3.      Pendidikan dan pengarahan bagi para dai agar mereka menerapkan prinsip-prinsip Qurani di dalam dakwah mereka, baik menyangkut pemilihan uslub ataupun tahapan-tahapan bahan yang tepat, disesuaikan dengan audien dakwah mereka.
4.      Membantu dalam menafsirkan al-Qur’an, karena pengetahuan akan tempat diturunnya membantu memahami tafsirannya dengan benar, apalagi kalau ada kalau ada perbedaan ma’na akan mudah menentukan nasikh dan mansukh.
5.      Membantu mengetahui sejarah perjuangan Nabi Muhammad. [11]

F. Pengelompokan Ayat/Surah Makkiyyah dan Madaniyyah dalam Mushaf Standar
Penyebutan makkiyyah dan madaniyyah dalam Al-Qur′an Mushaf Standar maupun Al-Qur′an dan Terjemahnya tidak berbeda dengan yang dikemukakan al-Ha☺☺ar, baik dalam hal surah-surah yang disepakati sebagai Makkiyyah dan Madaniyyah maupun yang diperselisihkan. Dalam hal terakhir, tampak para ulama peletak klasifikasi tersebut melakukan upaya tarjīh pendapat yang dipandangnya kuat. Namun dari penetapan yang dilakukan ada tiga catatan yang perlu diperhatikan:
Pertama, adanya ketidakjelasan standar penetapan, apakah berdasarkan waktu, sebelum atau sesudah hijrah seperti pandangan jumhur ulama, atau tempat.
Kedua, Dalam hal ayat/surah yang diperselisihkan sifat makkiyyah dan Madaniyyah-nya, Al-Qur′an dan Terjemahnya tidak konsisten dalam pencantuman ayat-ayat tersebut. Misalnya perbedaan pada penetapan Surah al-Falaq dan an-Nās. Dalam Al-Qur′an dan terjemahannya tahun 2008 disebutkan kedua surah ini termasuk dalam kelompok Makkiyyah sedangkan dalam Mushaf Al-Quran terbitan tahun yang sama dikategorikan Madaniyyah. Begitu juga Surah ar-Ramān, dalam Mushaf Al-Qur′an terbitan tahun 2008 dijelaskan bahwa ia termasuk Madaniyyah sedangkan dalam Mushaf Al-Qur′an terbitan tahun 2007, surah ini dikategorikan Makkiyyah.
Ketiga, kurangnya referensi yang ada dalam penetapan surah makkiyyah dan madaniyyah. Penetapan surah makkiyah dan madaniyyah dalam mushaf standar maupun terjemahan tidak dilengkapi dengan dalil-dalil yang digunakan. Berikut ini daftar nama-nama surah yang diperselisihkan antara makkiyyah dan madaniyyah yang ditetapkan pada sidang Pleno Lajnah pentashihan Mushaf Al-Qur′an di Wisma Haji Tugu Bogor, tanggal 26-28 November 2007:
1.      al-Fātiah ditetapkan Makkiyyah
2.      ar-Rad ditetapkan Makkiyyah
3.      ar-Ramān ditetapkan Makkiyyah
4.      a-af ditetapkan Madaniyyah
5.      at-Tagābūn ditetapkan Madaniyyah
6.      al-Muaffifīn ditetapkan Makkiyyah
7.      al-Qadr ditetapkan Makkiyyah
8.      al-Bayyinah ditetapkan Madaniyyah
9.      az-Zalzalah ditetapkan Madaniyyah
10.  al-Ikhlā☺ ditetapkan Makkiyyah
11.  al-Falaq ditetapkan Madaniyyah
12.  an-Nās ditetapkan Madaniyyah
Penetapan ini bertujuan menghilangkan perbedaan pengelompokan surah makkiyyah dan madaniyyah antara yang terdapat dalam Mushaf Al-Quran dan Al-Quran terjemahan Departemen Agama sebelumnya. Hanya saja sebagaimana yang penulis sebutkan sebelumnya tidak ditemukan data-data atau dalil-dalil yang digunakan ulama dalam pengklasifikasian surah-surah di atas.
            Perbedaan ini jelas akan menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat khususnya para penerbit. Ketika mereka akan menerbitkan Al-Qur′an, mereka diharuskan merujuk pada Mushaf Al-Qur′an Standar Indonesia. Sedangkan Mushaf Al-Qur′an Standar Indonesia sendiri tidak konsisten dalam menetapkan ayat/surah Makkiyyah dan Madaniyyah. Oleh karena itu diperlukan standar baku dalam penetapan surah Makkiyyah dan Madaniyyah yang berlandaskan pada dalil yang kuat, sehingga tidak ditemukan lagi perobahan-perobahan dikemudian hari.
            Apabila ditelusuri kitab-kitab yang membahas tentang makkiyyah dan madaniyyah maupun kitab-kitab tafsir yang ada, maka ditemukan bahwa penetapan suatu surah apakah ia termasuk surah makkiyyah atau madaniyyah pada umumnya didasarkan pada perkataan sahabat dan tabiin.
            Berangkat dari surah-surah yang diperselisihkan ulama antara makkiyah dan madaniyyah yang diputuskan sidang pleno Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran di atas, penulis berusaha menemukan referensi atau sandaran dari pendapat ini.

1. Surah al-Fātiah
Ulama berbeda pendapat tentang Surah al-Fātiah. Sebagian pendapat mengatakan surah ini termasuk surah makkiyah, pendapat lain mengatakan madaniyyah. Ada lagi yang berpendapat Surah al-Fātiah turun dua kali, sekali di Mekah dan sekali di Medinah. Bahkan ada yang berpendapat bahwa Surah al-Fātiah sebagian ayatnya turun di Mekah dan sebagian turun di Medinah.

a. Makkiyah
Menurut jumhur ulama Surah al-Fātiah termasuk surah makkiyyah sebagamana diriwayatkan dari Ibnu Abbās, Alī bin Abī ◘ālib, Abū Maisarah, Abū Hurairah, Abū ‘Āliyah, ♦asan al-Ba☺rī dan Qatādah.[12] Banyak dalil/argumen yang dijadikan landasan oleh kelompok ini di antaranya:
1) Firman Allah
وَلَقَدْ ءَاتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْءَانَ الْعَظِيم (الحجر/15: 87)
            Surah al-ijr adalah surah makkiyah berdasarkan kesepakatan ulama. Surah ini turun setelah Surah al-Fātiah. Abū Hurairah, Ubay bin Ka‘ab dan Abī Sa‘īd al Mu‘allī meriwayatkan tafsiran Nabi terhadap kata as-sabul-ma♪ānī dalam ayat di atas dengan al-Fātiah. Berdasarkan riwayat ini maka Surah Al-Fāti♥āh adalah surah makkiyah karena tidak mungkin nabi menafsirkan kata as-sabul-ma♪ānī dengan al-Fātiah, jika surah ini belum turun.
2) Kewajiban salat diperintahkan di Mekah dan salat dianggap tidak sah tanpa membaca Surah al-Fātiah. Hal ini menandakan bahwa al-Fātiah adalah surah makkiyah
3) a-♫a‘labī meriwayatkan dalam tafsirnya dari ‘Alī bin Abī ◘ālib bahwasanya ia berkata, Fāti♥atul Kitāb turun di Mekah dari dasar mutiara dibawah Arasy.
            Masih banyak dalil-dalil yang menguatkan keberadaan surah al-Fā•i♥ah sebagai surah makkiyah.

b. Madaniyyah
            Diantara dalil yang menjelaskan ke-madiniyyah-an surah ini adalah:
1) Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abī Syaibah dari Abū Hurairah, ia berkata, ‘‘ Surah al-Fāti♥ah turun di Medinah. Hadis ini adalah hadis mudraj  dari perkataan  Mujāhid.
2)  Hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dari Ibnu Abbās:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ بَيْنَمَا جِبْرِيْلُ قَاعِدٌ عِنْدَ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ نَقِيْضًا مِنْ فَوْقِهِ فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ هَذَا بَابٌ مِنَ السَّمَاءِ فُتِحَ الْيَوْمَ لَمْ يُفْتَحْ قَطُّ إِلاَّ الْيَوْمَ فَنَزَلَ مِنْهُ مَلَكٌ فَقَالَ هَذَا مَلَكٌ نَزَلَ إِلَى اْلأَرْضِ لَمْ يَنْزِلْ قَطُّ إِلاَّ الْيَوْمَ فَسَلَّمَ وَقَالَ أَبْشِرْ بِنُوْرَيْنِ أُوْتِيْتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نَبِيٌّ قَبْلَكَ فَاتِحَةُ الْكِتَابِ وَخَوَاتِيْمُ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلاَّ أُعْطِيْتَهُ. [13]
Ibnu ‘Abbs bercerita bahwa ketika malaikat Jibril duduk di sisi Nabi allallāhu ‘alaihi wa sallam, dia mendengar suara dari arah atas, dia pun mengangkat kepalanya, maka Jibril berkata, “Ini adalah pintu langit yang dibuka pada hari ini, dan hanya dibuka pada hari ini saja,” lalu darinya turunlah malaikat. Kemudian Jibril melanjutkan, “Malaikat ini turun ke bumi dan tidak turun kecuali pada hari ini,” kemudian malaikat itu memberi salam sembari berkata, “Berikanlah kabar gembira dengan dua cahaya yang dikaruniakan kepadamu, yang tidak dikaruniakan kepada nabi sebelummu, yaitu ftiatul kitb dan ayat-ayat terakhir Surah al-Baqarah. Sekali-kali kamu tidak akan pernah membaca satu huruf pun dari keduanya, melainkan akan dikaruniakan kepadamu kebaikan (yang kamu kehendaki).”
            Dari dalil-dalil yang dikemukakan dua kelompok di atas, dalil kelompok pertama lebih kuat dibandingkan kelompok kedua. Hadis pertama yang dikemukakan kelompok kedua adalah hadis mudraj. Sedangkan hadis yang kedua tidak bisa dijadikan alasan Surah al-Fātiah diturunkan di Medinah. Hadis ini lebih tepatnya berbicara tentang keutamaan Surah al-Fātiah.[14]
            Bila dicermati riwayat-riwayat di atas, baik yang mengatakan Surah al-Fāti♥āh adalah surah makkiyyah maupun madaniyyah, ditemukan perkataan sahabat tersebut mengisyaratkan bahwa aspek pengklasifikasian makkiyyah dan madaniyyah adalah  tempat (turun di Mekah) bukan waktu. Persoalannya adalah sebagian besar ulama yang menetapkan pengelompokan ini adalah yang mendefenisikan makky dan madany berdasarkan kontek waktu. Apakah yang dimaksud dengan perkataan sahabat turun di Mekah itu adalah turun di daerah Mekah ataukah turun sebelum hijrah. Belum ada keterangan yang jelas dari ulama salaf tentang ini. Karena dari referensi yang ada tidak ditemukan defenisi makky dan madaniy yang disampaikan oleh nabi maupun sahabat. Abdur Razāq dalam bukunya Makky dan Madaniy kemudian mencoba menafsirkan yang dimaksud dengan perkataan sahabat tersebut bukanlah tempat tapi waktu.
2. Surah ar-Rad
            Surah ar-Ra‘d termasuk surah yang diperselisihkan ulama tentang pengelompokannya. Sebagian ulama mengatakan surah ini termasuk surah makkiyyah. Sedangkan sebagian lain berpendapat madaniyyah.
a. Pendapat yang mengatakan makkiyah
            Menurut jumhur mufassir berdasarkan riwayat dari Mujāhid dan ‘Alī bin ◘alhah dari Ibnu Abbās, Surah ar-Rad termasuk surah makkiyah. Di antara dalil-dalil yang digunakan kelompok ini adalah:
1) Ibnu Abbās sebagaimana yang diriwayatkan oleh Mujāhid berkata, Surah ar-Rad turun di Mekah dan ia adalah surah makkiyyah.
2) Ibnul Jauzī mengemukakan dalam kitab tafsirnya bahwa Surah ar-Rad adalah surah makkiyyah berdasarkan riwayat Alī bin ◘alhah dari Ibnu Abbās.
3) Terdapat beberapa asbābun nuzūl ayat dalam surah ini yang menunjukkan bahwa ia termasuk surah makkiyah
4) Kalau diperhatikan kandungan surah secara keseluruhan, menunjukkan bahwa ia adalah surah makkiyyah, Surah ini berbicara tentang keesaan Allah, ancaman dan peringatan terhadap kaum musyrik

b. Pendapat yang mengatakan madaniyyah
            Sebagian ulama berpendapat bahwa Surah ar-Rad adalah surah madaniyyah. Kelompok ini mendasarkan pendapat mereka pada riwayat Aiah al-Aufī dan Atā′ al-Khurāsānī dari Ibnu Abbās. Adapun dalil-dalil yang mereka gunakan adalah:
1) Ibnu Mardaweih meriwayatkan dari Ibnu Abbās, dia berkata, Surah ar-Rad turun di Medinah.
2) Ibnu Mardaweih meriwayatkan dari Abdullāh bin Zubair, bahwasanya Surah ar-Rad turun di Medinah
3) Sebagian asbābun nuzūl ayat menjelaskan bahwa ia turun di Medinah.
            Dari dua pendapat di atas, menurut Abdur-Razāq usein Ahmad pendapat yang paling kuat adalah pendapat jumhur, Surah ar-Rad termasuk surah makkiyah. Setelah melakukan penelitian terhadap kualitas riwayat-riwayat yang dijadikan dalil oleh masing-masing kelompok, ia menemukan riwayat-riwayat yang menjelaskan ke-makkiyyah-an surah ini berkualitas sahih, berbeda dengan riwayat yang digunakan kelompok kedua. Dua riwayat dari Ibnu Abbās yang dijadikan dalil merupakan riwayat yang lemah.[15]

3. Surah ar-Ra♥mān
            Al-Kha•ib asy-Syarbīnī dalam kitab tafsirnya “as-Sirāj al-Munīr” menyebutkan pendapat ulama tentang kualifikasi Surah ar-Ra♥man. Menurut ♦asan, ‘Urwah, Ibnu Zubair, ‘A•a′ dan Jābir dari riwayat Ibnu ‘Abbās, surah ini adalah surah makkiyah. Sedangkan Ibnu Mas‘ūd dan Muqātil mengatakan bahwa surah ini adalah surah madaniyyah. Dari dua pendapat ini Ibnu ‘Ādil mengemukakan, pendapat yang pertama lebih kuat berdasarkan riwayat dari ‘Urwah bin Zubair, dia berkata, Orang yang pertama kali menjaharkan bacaan Al-Qur′an sesudah Nabi di Mekah adalah Ibnu Mas‘ūd. Karena pada waktu itu para sahabat berkata orang quraisy belum pernah mendengar bacaan Al-Qur′an dijaharkan, maka siapakah yang telah memperdengarkannya pada mereka. Ibnu Mas‘ūd menjawab. Saya.

4. Surah a☺-☻af
Menurut an-Nu♥as berdasarkan perkataan Ibnu ‘Abbās, surah ini termasuk surah makkiyah. Ibnu ‘Abbās berkata Surah al-Sāff turun di Mekah. Riwayat ini menurut asy-Syaukānī lemah.
Jumhur ulama mengemukakan, surah a☺-☻aff adalah surah madaniyyah. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh at-Tirmi♂ī:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلاَمٍ قَالَ : قَعَدْنَا نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَتُذَاكِرُنَا فَقُلْنَا لَوْ نَعْلَمُ أَيُّ الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ لَعَمِلْنَاهُ فَأَنْزَلَ تَعَالَى { سَبَّحَ للهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ * يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ } قَالَ عَبْدُ اللهِ بْنِ سَلاَمَ فَقَرَأَهَا عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ.[16]
‘Abdullāh bin Salam berkata, Kami duduk bersama sekelompok sahabat rasul ☺allallāhu ‘alaihi wa sallam, kami saling mengingatkan. Kami  berkata, seandainya kita mengetahui apa pekerjaan/perbuatan yang paling disenangi Allah tentulah kita akan melakukannya. Lalu Allah menurunkan ayat (sabba♥a lillāhi mā fis-samāwāti wa mā fil-ar○i wa huwal ‘azīzul-♥akīm, yā ayyuhallazīna āmanū lima taqūlūna mā lā ta‘lamūn). ‘Abdullāb bin Salām berkata, Rasul kemudian membacakan ayat tersebut kepada kita.
            Menurut al-Bānī hadis ini ☺a♥ī♥ isnād. Berdasarkan hadis ini jumhur ulama menyimpulkan bahwa Surah a☺-☻aff adalah surah madaniyyah.

5. Surah at-Tagābun
            Menurut Ibnu Jarīr berdasarkan riwayat dari ‘Atā′ bin Yasār, Surah at-Tagābun seluruhnya turun di Mekah kecuali ayat (yā ayyuhal-lazīnā āmanū inna min azwājikum).[17] Karena itu surah ini adalah surah makkiyyah.  
            Sedangkan menurut as-Sayūtī dan mayoritas ulama Surah at-Tagābun adalah surah madaniyyah. Di antara dalil-dalil yang menguatkan pendapat ini adalah:
1.      Ibnu ◙arīs, Ibnu Mardaweh dan al-Baihaqī meriwayatkan perkataan Ibnu ‘Abbās, ia berkata, “Surah at-Tagābun turun di Medinah”.
2.      Ibnu Zubair berkata sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Mardaweh, surah at-Tagābun turun di Medinah.[18]
Pendapat yang kedua inilah yang lebih kuat. Karena riwayat yang digunakan kelompok pertama lemah. Di samping itu, bila diperhatikan asbābun nuzūl, banyak menjelaskan ke-madaniyyah-an surah at-Tagābun. Ayat 14 sampai akhir surah semuanya turun di Medinah.[19]

6. Surah al-Mu•affifīn
Menurut Ibnu Mas‘ūd dan a○-◙a♥♥āk, Surah al-Mu•affifīn adalah surah makkiyah. Ibnu ‘Abbas berkata sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Darīs, Surah yang terakhir turun di Mekah adalah Surah al-Mu•affifīn.
Riwayat ini berbeda dengan yang diriwayatkan oleh Ibnu Mardaweh dan al-Baihaqī juga dari Ibnu ‘Abbās, surah yang pertama turun di Medinah adalah Surah al-Mu•affifīn. Pendapat ini diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan oleh an-Nasā′ī, Ibnu Mājah, ♦ākim, dan a•-◘abarī dengan sanad yang sahih. Ketika nabi memasuki Medinah, waktu itu masyarakatnya terkenal sebagai masyarakat yang timbangannya sangat curang/jelek. Kemudian Allah menurunkan surah ini, akhirnya penduduk Medinah memperbaiki dan membenarkan timbangannya.
Dari dua pendapat di atas pendapat yang kedua lebih kuat. Karena hadis yang dijadikan dalil adalah hadis yang hasan, bahkan ♦ākim menilainya sebagai hadis sahih.

7. Surah al-Qadr
Jāluddīn as-Sayū•ī dalam bukunya al-Itqān fi ‘Ulūmil-Qur′ān mengemukakan ada dua pendapat ulama mengenai Surah al-Qadr. Sebagian ulama berpendapat, surah ini adalah surah makkiyah. Sebagian lagi mengatakan madaniyyah.
a. Makkiyah
            Menurut Jābir bin Zaid surah al-Qadr adalah makkiyah berdasarkan riwayat dari Ibnu ‘Abbās.[20]          
                
b. Madaniyyah
Dalil tentang ke-madanih-an surah ini adalah hadis yang diriwayat oleh at-Tirmi♣ī dan ♦ākim dari ♦asan bin ‘Ali bin Abī ◘ālib:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ تَعَالىَ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرَى بَنِيْ أُمَيَّة عَلَى مِنْبَرِهِ فَسَاءَهُ ذَلِكَ فَنَزَلَتْ إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَر وَنَزَلَتَ إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ.
Bahwasanya nabi allallāhu ‘alaihi wa sallam melihat Bani Umayyah di atas mimbarnya, hal itu membuat beliau kecewa/tidak. Maka turun ayat Innā a‘•ainākal-kauar (al-Qau♪ar) dan turun juga Innā anzalnāhu fī lailatil-Qadr (al-Qadr).
            Menurut al-Muznī hadis ini adalah hadis munkar. At-Tirmi♣ī juga melemahkan hadis ini. Dalam riwayat lain, Nabi Muhammād bersabda:
عَنِ ابْنِ الْمُسَيَّبِ بِلَفْظِ قَالَ نَبِي اللهُ صَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ َرَأَيْتُ بَنِيْ أُمَيَّة يَصْعَدُوْنَ مِنْبَرِي فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَيَّ فَأَنْزَلَتْ إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْر.ِ[21]
Ibnu al-Musayyab meriwayatkan, Nabi allallāhu ta‘ālā alaihi wa sallam berkata, “Aku melihat Bani Umayyah berteriak di atas mimbarku. Hal itu membuat aku tertekan.. Maka turun surah Innā a‘•ainākal-kauar (al-Qau♪ar) dan turun juga Innā anzalnāhu fī lailatil-Qadr (al-Qadr).
Menurut ulama yang mengatakan surah ini adalah madaniah beralasan, mimbar yang disebutkan dalam hadis di atas baru ada di Medinah. Ini menandakan bahwa surah ini adalah surah madaniyyah.[22] Pendapat ini diperkuat oleh al-Wā♥idī. Ia berkata bahwa surah yang pertama turun di Medinah adalah Surah al-Qadr.
Dalil lain adalah riwayat dari Abī ◘al♥ah dimana ia memasukkan Surah al-Qadr kedalam kelompok surah madaniyyah. Ibnu Ka♪īr menyebutkan, riwayat dari Abī ◘al♥ah adalah sahih.
Menurut as-Sayū•ī, pendapat mayoritas adalah makkiyah.[23] Pernyataan ini berbeda dengan yang dikemukakan Abū ♦ayyān dalam kitab tafsirnya. Menurutnya pendapat mayoritas adalah pendapat yang menyebutkan bahwa Surah al-Qadr adalah surah madaniyyah.[24] Pendapat ini senada dengan al-Khātib asy-Syarbinī dalam as-Sirāj al-Munīr. 

8. Surah al-Bayyinah
Ulama juga berbeda pendapat tentang klasifikasi Surah al-Bayyinah. Dalam kitabnya “at-Ta♥rir wat-Tanwīr, Ibnu ‘A•iyah menyebutkan pendapat mayoritas ulama, Surah al-Bayyinah adalah surah madiniyyah. Berbeda dengan Abū ♦ayyān, ia mengemukakan bahwa pendapat mayoritas menyebutkan surah ini adalah surah makkiyah.
a. Makkiyah
Abū ☻āli♥ meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, bahwasanya Surah al-Bayyinah adalah surah makkiyah. Pendapat ini diikuti oleh Ya♥yā bin Salām dan Ibnu Faris.
b. Madaniyyah
            Ibnu Mardaweh dan Ibnu Ka♪īr meriwayatkan dari ‘Āisyah, bahwasanya Surah al-Bayyinah adalah surah madaniyyah. Abū ◘al♥āh juga memasukkan surah ini kedalam kelompok surah madaniyyah. Golongan ini mendasarkan pendapatnya pada hadis yang diriwayatkan oleh Imam A♥mad, a•-◘abrāni dan Ibnu Mardawe♥:
عَنْ أَبِيْ خَيْثَمَة الْبَدَرِي قَالَ لَمَا نَزَلَتْ لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلَى آخِرِهَا قَالَ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلاَمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ رَبَّكَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَقْرَئُهَا أُبَيْ فَقَالَ النَّبِيْ صَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَيْهِ وَسَلًّمَ لِأُبَيْ رَضِيَ اللهُ تَعَالىَ عَنْهُ أَنَّ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلاَمَ أَمَرَنِيْ أَنْ أَقْرَئُكَ هَذِهِ السُّوْرَةُ فَقَالَ أُبَيْ قَدْ ذَكَرْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ نَعَمْ فَبَكَى.
Dari Abī Khai♪ah al-Badarī, ia berkata, tatkala turun ayat lam lakunillazīna kafarū min ahlil-kitāb sampai akhir, Jibril berkata kepada Nabi Muhammad, “Ya Rasulullah sesungguhnya Tuhanmu memerintahkan engkau supaya membacakan surah ini kepada Ubay”. Kemudian nabi berkata kepada Ubay, “Sesungguhnya jibril menyuruhku membacakan surah ini kepadamu”. Ubay bertanya, “Engkau menyebutkan namaku ya Rasulullah”. Rasul menjawab. “Ya”. Ubay kemudian menangis.
            Hadis ini sahih. Al-Bukhāri meriwayatkan dengan redaksi yang sedikit berbeda:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأُبَيٍّ إِنَّ اللهَ أَمَرَنِي أَنْ أَقْرَأَ عَلَيْكَ لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ قَالَ وَسَمَّانِيْ قَالَ نَعَمْ فَبَكَى. (رواه البخاري)
Anas bin Mālik meriwayatkan bahwasanya Rasulullah ☺allallāhu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Ubay bin Ka‘ab, “Sesungguhnya Allah memerintahkanku supaya aku membacakan untukmu Lam yakunillazīna kafarū min ahlil kitābi (Surah al-Bayyinah)”. Ubay bertanya; “Dia (Allah) menyebutkan namaku”? Rasul menjawab “Ya”. Ubay kemudian menangis. (Riwayat al-Bukhārī)[25]
              Pendapat yang kedua lebih kuat dibandingkan pendapat yang pertama. Jadi, Surah al-Bayyinah adalah surah madaniyyah.
9. Surah az-Zalzalah
Menurut Ibnu ‘Abbās, Mujāhid dan ‘A•ā′, surah ini adalah surah makkiyah. Sedangkan menurut Muqātil dan Qatādah, ia adalah madaniyyah berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Abū ♦ātim.
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدِ الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ تَعَالىَ عَنْهُ قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ فَمَنْ يَعْمَلُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ الخ قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّيْ لَرَاَءُ عَمَلِيْ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ تِلْكَ الْكِبَارُ الْكِبَارُ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ الصِّغَارُ الصِّغَارُ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَاَتْكَلُ أُمِّي قَالَ أَبْشِرْ يَا أَبَا سَعِيْدٍ فَإِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا.
Dari Abū Sa‘īd al-Khudrī, ia berkata, Ketika turun ayat famay yamal miqāla zarratin sampai akhir, aku bertanya, “Ya Rasulullah sungguhو aku akan melihat amalku”? Nabi menjawab, “Ya”. Aku berkata lagi “Yang besar terlihat besar”? Nabi menjawab, “Ya”. Aku masih bertanya, “Yang kecil kecil”? Nabi menjawab “Ya”. Aku berkata, “Aku akan menyampaikannya pada ibuku”. Nabi bersabda, “Sampaikanlah berita gembira ini wahai Sa‘īd, sungguh satu kebaikan akan dibalas sepuluh kali lipat”.
Abū Sa‘īd waktu itu berada di Medinah. Ini menandakan surah az-Zalzalah adalah surah madaniyyah. Abū ◘al♥ah juga memasukkan surah ini kedalam kelompk surah madaniyyah.
                            
10. Surah al-Ikhlā☺
            Sebagian ulama mengatakan Surah al-Ikhlās adalah surah makkiyyah dan sebagian lagi mengatakan madaniyyah.

a. Makkiyah
            Menurut jumhur, Surah al-Ikhlās termasuk surah makkiyyah. Dalam asbābun nuzūl surah ini disebutkan:
عَنْ أُبَي بْنِ كَعْبٍ أَنَّ الْمُشْرِكِيْنَ قَالُوْا لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْسِبْ لَنَا رَبُّكَ، فَأَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى .[26]
Ubay bin Ka‘ab meriwayatkan, kaum Musyrik berkata kepada Rasulullah allallāhu ‘alaihi wa sallam jelaskan kepada kami nasab Tuhanmu. Lalu turunlah ayat ini.
b. Madaniyyah
Menurut a○-◙a♥♥āk, Ibnu Jābir, Qatāqah, Muqātil, surah al-Ikhlā☺ termasuk surah madaniyyah berdasarkan asbābun nuzūl surah. Surah al-Ikhlās turun berkenaan dengan pernyataan kaum Yahudi, yakni, Ka‘ab Asyraf dan ♦uyay bin Akh•ab.
 عَنِ ابْنِ عَبَاسٍ قَالَ أَنَّ الْيَهُوْدَ جَاءَتْ إِلَى النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُمْ كَعْبُ الاَشْرَفِ وَ حُيَيْ بْنِ أَخْطَبٍ، فَقَالُوْا: يَا مُحَمَّدُ صِف لَنَا رَبُّكَ الَّذِي بَعَثَكَ فَأَنْزَلَ (قُلْ هُوَ الله أَحَدٌ).[27]
Ibnu ‘Abbās berkata, Sekelompok Yahudi mendatangi Rasulullah ☺allallāhu ‘alaihi wa sallam di antara mereka ada Ka‘ab al-Asyraf dan ♦uyay bin Akh•ab . Mereka berkata, “Ya Muhammad jelaskan kepada kami tentang sifat-sifat/kriteria Tuhanmu yang mengutus engkau. Lalu turunlah  (Qul huwallāhu a♥ad).
            Dari perbedaan pendapat di atas, menurut  Ibnū ‘Ā•iyah pendapat yang kuat adalah Surah al-Ikhlās makkiyah. Karena secara garis besar surah ini berbicara tentang keesaan Allah (tauhid) yang merupakan ciri-ciri surah makkiyah.[28] Pendapat ini dikuatkan oleh ‘Abdul Razāq al-Mahdī, ketika mentakhrij hadis-hadis tentang asbābun nuzūl dalam buku “Lubābun-Nuqūl” karangan as-Sayū•ī, ia menemukan hadis yang menyebutkan Surah al-Ikhlās turun berkenaan dengan pertanyaan kaum yahudi adalah hadis daif. Karena salah satu perawinya daif , yakni Abī Khalaf. Sedangkan hadis Ubay bin Ka‘ab tentang pertanyaan kaum musyrikin tentang sifat Tuhan merupakan hadis yang sahih menurut al-Hākim, A♥mad bin ♦anbal dan at-Tirmi♣ī. Walupun an-Nasā′ī[29] dan Ibnu ♦ibbān menjarahkan hadis ini, namun dengan banyaknya riwayat yang semakna dengan hadis ini, kualitasnya menjadi terangkat.[30]   
           
11. Surah al-Falaq
            Menurut riwayat Abū ☻āli♥ dari Ibnu ‘Abbās, Surah al-Falaq adalah madaniyyah. Sedangkan Karīb juga meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, menyebutkan surah ini adalah makiyyah. Menurut ♦asan, ‘A•a′, Jābir dan Ikrimah pendapat yang pertama yang sahih. Karena surah ini turun berkenaan dengan sihir yang menimpa Nabi Muhammad, yang dilakukan orang yahudi di Medinah.[31] Hadis  tentang sihir ini agak panjang, inti sari hadis tersebut sebagai berikut: seorang Yahudi (yaitu Labīb bin A‘☺am) menyihir Nabi dengan mengunakan sisir beliau. Akhirnya rasul sakit. Ketika sakit ini malaikat mendatangi Rasul dan memberitahukan obatnya. Setelah itu Allah menurunkan surah al-mu‘awwizatain (al-Falaq dan an-Nās).  
                                                          
13. Surah an-Nās
         Surah an-Nās dan al-Falaq dikenal dengan nama surah al-mu‘awwizatain. Penjelasan tentang pengelompokan surah ini sama dengan Surah al-Falaq.         













G. Kesimpulan
            Berdasarkan deskripsi dan analisis terhadap riwayat-riwayat dan pendapat ulama seputar kualifikasi surah, maka dapat disimpulkan pendapat yang rāji (kuat) adalah sebagai berikut:
1.      Surah al-Fātiah         : Makkiyyah
2.      Surah ar-Rad             : Makkiyyah
3.      Surah ar-Raman       : Makkiyyah
4.      Surah a-aff              : Madaniyyah
5.      Surah at-Tagābun       : Madaniyyah
6.      Surah al-Muaffifīn    : Madaniyyah           
7.      Surah al-Qadr             : Madaniyyah
8.      Surah al-Bayyinah       : Madaniyyah
9.      Surah az-Zalzalah       : Madaniyyah
10.  Surah al-Ikhlā☺            : Makkiyyah
11. Surah al-Falaq             : Madaniyyah
12.  Surah an-Nās              : Madaniyyah
Apabila dibandingkan dengan dengan hasil sidang pleno Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran di Wisma Haji Tugu Bogor, tanggal 26-28 November 2007 tentang penetapan kualifikasi surah-surah yang diperselisihkan ulama, penulis menemukan dua surah yang berbeda yakni; Surah al-Muaffifīn dan al-Qadr. Dalam Mushaf standar kedua surah ini adalah makkiyyah, sedangkan dari analisis penulis keduanya adalah madaniyyah. Wallāhu alam bi-awāb.



                                             
DAFTAR PUSTAKA

Abdul-Razāq ♦usain A♥mad, al-Makiyy wal-Madaniy, Dārul-‘Affān.

Abū ◘ayyib ☻iddīq bin ♦asan bin ‘Alī al-♦usain al Qinwajī al-Bukhārī. Fat♥ul-Bayān fi Maqāsid Al-Qurān.

Al-Alūsi. Rūh al-Ma’āniy. Beirut: Beirut: Dār al Ihyā′.

As-Sayū•ī, Jalāluddīn ‘Abdur-Ra♥mān bin Abū Bakr, al-Itqān fī ‘Ulūmil-Qur′ān. Beirut: Dārul-Fikr.
__________________________________________ , Lubābun-Nuqūl fī Asbābin-Nuzūl, Beirut: Dārul-Kitāb al-‘Arabī, 2005

asy-Syaukānī, Mu♥ammad bin ‘Alī Mu♥ammad. Fat♥ul-Qadīr. Mesir: Syirkah Maktabah wa Ma•ba‘ah Mu☺•afā al Bābī. 1383H/1964M.

ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Ilmu-Ilmu Al-Qur′an, Semarang: PT  Pustaka Rizki Putra, 2002.

Al-Wā♥idī, Abū ♦asan ‘Alī A♥mad, Asbābun-Nuzūl, Beirut: Dārul-Kutub al-‘Ilmiyyah.

Az-Zarkasyī, Badaruddīn Mu♥ammad bin ‘Abdilllah, al-Burhān fī ‘Ulūmil-Qur’ān. Beirūt: Dārul-Fikr.

Az-Zarqānī, Mu♥ammad ‘Abdul ‘A♂īm, Manāhilul ‘Irfān fī ‘Ulūmil-Qur′ān, Beirut: Dārul-Fikr, 1988.

Az-Zuhailī, Wahbah, Tafsīr al-Munīr fī Akidah wa Syar’iyah wal-Man♥aj, Beirut: Dār al-Fikr, cet 1. 1411H/1991M.

Az-Zahabī, Syamsuddīn Mu♥ammad bin A♥mad bin ‘U♪mān, Tazkiratul-♦uffā♂, (Beirut: Dārul Kutub al-‘Ilmiyyah).

------------,Sair Alāmun-Nubalā′, Kairo: Dārul ♦adī♪


[1] Nama lengkapnya adalah Muammad bin ♦asan bin ♦usein bin Man☺ūr Abul-♦asan an-Naisābūrī. Wafat tahun 355 H. Beliau adalah ulama yang ahli di bidang hadis. Lihat  Syamsuddīn Mu♥ammad bin A♥mad bin ‘U♪mān az-Zahabī, Tazkiratul-♦uffā♂, (Beirut: Dārul Kutub al-‘Ilmiyyah), j. 3, h. 885.
[2] Nama lengkapnya adalah Badaruddīn Muammad bin Abdullāh az-Zarkasyī. Lahir di Mesir tahun 745 dan wafat tahun 794 H. Beliau  adalah ulama yang ahli di bidang fiqh Syāfii, u☺ūl dan orang pertama yang menyusun ilmu Al-Quran dalam bukunya “al-Burhān fī Ulūmil Quran”. Lihat Syamsuddīn Muammad bin Amad bin ‘U♪mān az-Zahabī, Sair Alāmun-Nubalā′, (Kairo: Dārul ♦adī♪), juz 6, h. 60
[3]Badaruddīn Muammad bin Abdullāh az-Zarkasyī, al-Burhān fī Ulūmil-Qur′ān, (Beirut: Dārul-Fikr, 2001), jilid 1, h. 192 . Lihat juga Jalāluddīn as-Sayū•ī, al-Itqān fī Ulūmil-Qur′ān, (Kairo: Maktabah Dārut-Turā♪, t.th), jilid 1, h. 34.  
[4] Di antara mufassir yang memilih definisi ini adalah Ibnu Ka♪īr. Dalam Mukadimah kitabnya Ibnu Ka♪īr menjelaskan ayat-ayat Al-Qur′an terbagi kedalam dua kelompok makkiyyah dan madaniyyah. Ayat/Surah makkiyah adalah ayat/surah yang turun setelah hijrah, sekalipun tempat turunnya adalah di Mekah atau ‘Arafah. Sedangkan ayat/surah madaniyyah adalah ayat/surah yang turun setelah hijrah sekalipun turunnya di Mekah atau tempat mana pun. Lihat Ibnu Ka♪īr, Tafsir Ibnu Ka♪īr, (Beirut: Dārul-Fikr), jilid 1, h. 18.
[5] Muammad Abdul-A♂īm az-Zarqānī, Manāhilul Irfān fī ‘Ulūmil-Qurān, (Beirut: Dārul-Fikr, 1988) jilid 1, h. 194-195.
[6] Nama lengkapnya adalah Abū Bakr Muammad bin a-aib bin Muammad al-Bāqdādī. Wafat tahun 403 H. Di antara karangannya; Ijāzul-Qurān, al-Inti☺ār, at-Tanhīd, dan lain-lain.
[7]Az-Zarkasyī, Al-Burhān, h. 189
[8] Huruf-huruf Hijaiyah yang terdapat di awal surah dalam kajian ulūmul qur′ān disebut hurūful-muqa••aah. Dalam Al-Quran ada 5 bentuk fawati♥us-suwar (pembuka-pembuka surah) yaitu: 1)Terdiri dari satu huruf yaitu ☻ād, Qāf, dan Nūn, terdapat di tiga surah; ☻ād, Qāf, al-Qalam; 2) Terdiri dari dua huruf yaitu ♦ā mīm terdapat dalam 7 Surah al-Mu′min, Fu☺☺ilāt, asy-Syūrā, az-Zukhruf, ad-Dukhān, al-Jā♪iyah, dan al-A♥qāf dan huruf ◘ā hā terdapat dalam Surah ◘ā ♥a; 3) Terdiri dari tiga huruf, ini terdapat dalam tiga belas surah: Enam surah dimulai dengan Alif Lām Mīm; yaitu Surah al-Baqarah, Āli ‘Imrān, al-‘Ankabūt, ar-Rūm, Luqmān dan as-Sajdah. Lima surah dimulai dengan Alif Lām Rā; yaitu Surah Yūnus, Hūd, Yūsuf, Ibrāhīm dan al-♦jir. Dua surah dimulai dengan ◘ā Sīn Mīm, yaitu Surah asy-Syūrā dan al-Qa☺☺as. 4) terdiri dari empat huruf. Ini terdapat dalam dua surah. Surah ar-Ra‘d dimulai dengan Alif Lām Mīm Rā dan Surah al-A‘rāf dimulai dengan Alif Lām Mīm ☻ād; 5) terdiri dari lima huruf. Ini terdapat dalam satu surah saja, yaitu Surah Maryam yang dimulai dengan Kāf Hā ‘Aīn ☻ād. Lihat Muhammad Hasbi Ash Shidqy, Ilmu-Ilmu Al-Qur′ān, (Semarang: PT Pustaka rezki Putra, 2002), h. 125-126
[9] Disarikan dari Abdur-Razzāq usein Amad, al-Makkī wal-Madanī fil-Qur′ānil-Karīm, jilid. 1, h. 160-171.
[10] Ibnu Ka♪īr, Tafsīr Ibnu Ka♪īr, jilid 1, h. 18-19
[11] Abdur-Razāq, Makky wa Madaniy, h. 549. lihat juga az-Zarqānī, Manāhilul ‘Irfān, h. 195.
[12] Lihat a♪-☻a‘labī, al-Kasyu wal-Bayān, jilid 1, h. 19, Ibnu Ka♪īr, Tafsīr Ibnu Ka♪īr, jilid 1, h. 9-10, al-Alūsī, Rū♥ul-Ma‘ānī, jilid 1, h. 33-34.
[13] Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim dalam ☻a♥ī♥ Muslim; diriwayatkan juga oleh Ibnu ♦ibb☼n dalam ☻a♥ī♥ Ibnu ♦ibb☼n, an-Nas☼΄ī dalam Sunan an-Nas☼΄ī , dan al-♦☼kim dalam al-Mustadrak al-♦☼kim .
[14] ‘Abdur-Razāq A♥mad ♦usein, Makky wa Madaniy, h. 461.
[15]Disarikan dari ‘Abdur-Razāq A♥mad ♦usein, Makky wa Madaniy, h. 471-484

[16] At-Tirmi♣ī, Sunan at-Tirmi♣ī, (Beirut: Dārul Kutub al-‘Ilmiyyah), juz 5, h. 412.
[17] As-Sayū•ī, Lubābun-Nuqūl, h. 239. hadis ini adalah hadis mursal.
[18] Lihat as-Sayū•ī, Dar al-Man♪ūr, (Kairo: Dārul Kutub al-‘Ilmiyyah), jilid 8, h. 181
[19] As-Sayū•ī, Lubābun-Nuqūl, h. 238-239. lihat juga al-Wā♥idī, Asbābun-Nuzūl, h. 454-455.
[20] Ibnu ‘Ātiyāh, At-Tarīr wat-Tanwīr, h. 4870
[21] As-Sayū•ī, Lubābun-Nuqūl, h. 262. Menurut at-Tirmi♣ī hadis ini adalah hadis daif.
[22] Al-Alūsī, Rū♥ul-Ma‘ānī, jilid 30, h. 188
[23] Diantara mufassir yang mendukung pendapat ini adalah; Ibnu Ka♪īr.
[24] Lihat Abū ♦ayyān, Ba♥rul Mu♥ī•, (Beirut: Dārul-Fikr), h. 794
[25] Hadis sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhārī dalam a♥ī♥ al-Bukhārī dan Muslim dalam a♥ī♥ Muslim.
[26] Al-Wā♥idī, Asbābun Nuzūl, (Beirut: Dārul Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th), h. 500. lihat juga Al-Alūsī, Rūhul Ma‘ānī, jilid 30, h. 271.
[27] Jalāluddīn as-Sayū•ī, Lubābun Nuqūl fi Asbābin-Nuzūl, (Beirut; Dārul-Kitāb al-Arabī, t. th), h. 268.
[28] Ibnu ‘Ā•iyah, at-Tarīr wat-Tanwīr, h. 4931
[29] Menurut an-Nasā′ī hadis ini laisa biquwwah (tidak kuat).
[30] Jalāluddīn as-Sayū•ī, Lubābun-Nuqūl, h. 268
[31] Ibnu Jauzi, Zādul Masīr, jilid 9, h. 270