Dasar Pengelompokan
Surah Makkiyyah dan Madaniyyah
Dalam Mushaf Standar
Oleh: Reflita, MA
A.
Pendahuluan
Penafsiran
Al-Qur'an sangat terkait dengan situasi sosial kultural dimana ayat Al-Qur′an
diturunkan. Ayat yang turun pada masa awal kenabian (periode Mekah) memiliki
perbedaan, baik dari segi redaksi maupun tema yang dikandung dengan ayat yang
turun di Medinah. Munculnya beberapa kekeliruan dalam penafsiran disinyalir
karena tidak menggunakan pijakan kronologi sejarah pewahyuan, baik yang terkait
dengan asbābun-nuzūl, makkiyyah dan
madaniyyah maupun al-nāsikh wal-mansūkh.
Dalam
sejarah penurunanya, Al-Qur′an diturunkan secara beransur-ansur (tadarruj),
sehingga ada yang turun di Mekah dan ada ayat yang turun di Medinah, ada yang
turun sebelum hijrah dan sesudah hijrah. Bahkan jarang satu
surah diturunkan secara utuh di satu tempat atau satu periode. Terkadang dalam
satu surah, terdapat ayat yang turun sebelum hijrah, yang lainnya turun setelah
hijrah. Kajian mengenai kronologi turunnya ayat yang dalam istilah Ulumul Qur′an dikenal dengan ilmu asbābil-nuzūl makkiy dan madaniy kemudian menjadi bahan kajian baik oleh kalangan Muslim
maupun Orientalis.
Para
ulama mencurahkan perhatian yang sangat besar terhadap kajian makkiyyah dan
madaniyyah ini, mereka meneliti Al-Qur′an surah demi surah, ayat demi ayat untuk mengetahui
urutan turunnya, dengan memperhatikan waktu, tempat dan kepada siapa ayat-ayat
itu ditujukan. Bahkan, Abū ♦asan an-Naisaburī[1] dalam kitabnya “at-Tanbīh” mengemukakan, ‘‘Ilmu-ilmu al-Qur’an yang
paling mulia adalah ilmu waktu dan tempat diturunkannya.”
B. Pengertian Makkiyyah dan Madaniyyah
Perbedaan
ulama dalam menetapkan suatu surah apakah termasuk kelompok makkiyyah ataukah
madaniyyah disebabkan oleh perbedaan mereka dalam menetapkan kategori makky dan
madaniy. Ada
yang menetapkannya berdasarkan tempat turunnya, ada juga yang menetapkannya
berdasarkan waktu diturunkannya ayat dan ada yang membaginya berdasarkan style
bahasa atau ungkapan (uslūb). Perbedaan ini berimplikasi pada perbedaan defenisi
yang muncul.
Istilah
makky pada dasarnya diambil dari nama kota
Mekah, tempat permulaan Nabi menyebarkan ajaran Islam. Ia merupakan kata sifat
yang disandarkan pada kota
tersebut. Disebut makky apabila mengadung kriteria yang berasal dari Mekah.
Begitu juga istilah madaniy berasal dari nama kota
Medinah, tempat yang menjadi tujuan hijrah Rasulullah dalam penyebaran dan
pengembangan Islam yang kemudian menjadi kata sifat yang disandarkan kepada kota tersebut.
Sejarah
kajian ke-Al-Qur′an-an tidak bisa
terlepas dari rentetan sejarah dakwah nabi yang banyak terpokus di dua tempat
Mekah dan Medinah. Walaupun dalam pekembangannya, dakwah rasul tidak hanya
seputar dua kota
tersebut, namun meluas melewati batas wilayah keduanya. Perkembangan
ini tetap tidak mempengaruhi Mekah dan Medinah sebagai pusat sentral penyebaran
Islam. Oleh karena itu pengertian Makky dan Madaniy tidak hanya terkait dengan ruang
tempat dan penduduk sekitarnya, namun juga berhubungan dengan periode waktu.
Oleh karena itu, ulama tidak lagi memahami makky dan madaniy dalam pengertian
sempit, hanya terbatas kepada tempat saja. Al-Imam az-Zarkasyī[2] dalam bukunya al-Burhān fī ‘Ulūmul Qur′an mengemukakan tiga defenisi makky dan madaniy dilihat dari unsur waktu,
tempat dan sasaran pembicaraan.[3]
Pertama, Ayat/surah makkiyah
adalah ayat/surah Al-Qur′an yang turun di Mekah sekalipun setelah hijrah sedangkan ayat/surah
madaniyyah adalah ayat/surah Al-Qur′an yang turun di Medinah sekalipun turun setelah hijrah.
Kedua, Ayat/surah makkiyah
adalah ayat/surah Al-Qur′an yang turun sebelum hijrah Nabi sekalipun turun bukan di Mekah, sedangkan
ayat/surah Madaniyyah adalah ayat/surah Al-Qur′an yang turun setelah hijrah nabi
sekalipun turun bukan di Medinah.
Ketiga, Ayat/surah makiyyah
adalah ayat/surah Al-Qur′an yang khitabnya (fokus pembicaraannya) ditujukan kepada penduduk Mekah,
sedangkan Ayat/surah makiyyah adalah ayat/surah Al-Qur′an yang khitabnya (fokus
pembicaraannya) ditujukan kepada penduduk Medinah.
Setelah
mengemukakan tiga defenisi di atas, Imam az-Zarkasyī berpendapat bahwa defenisi yang
kedua, merupakan defenisi yang lebih tepat, karena defenisi ini lebih populer
di kalangan ulama. Pendapat ini kemudian diikuti oleh Imam as-Sayū•ī dalam bukunya al-Itqān fī ‘Ulūmil Qur‘ān
dan ulama-ulama sesudahnya. Pada umumnya definisi tentang makky dan madaniy
dalam buku-buku ulama belakangan merujuk pada defenisi yang dikemukakan oleh
az-Zarkasyī.
Penentuan
defenisi yang paling tepat dalam memahami makky dan madaniy adalah sangat
penting, karena hal ini berimplikasi pada proses pengelompokan surah. Sangat
diperlukan usaha pen-tarjih-an atas ketiga defenisi tersebut.
Pertama, defenisi berdasarkan
kontek tempat
Ulama
yang mengemukakan defenisi berdasarkan kontek ini mengkategorikan ayat/surah
yang turun di Mekah dan sekitarnya sekalipun turun setelah hijrah sebagai surah
makkiyyah dan ayat/surah yang turun di Medinah dan sekitarnya sekalipun turun
sebelum hijrah sebagai surah madaniyyah. Persoalannya adalah bagaimana dengan
wahyu yang turun bukan di dua tempat tersebut atau yang turun di Mekah dan
Medinah. Di sini ulama yang mendukung pendapat ini mengalami kesulitan.
1. Kesulitan mereka ketika ada wahyu yang turun di luar
kota Mekah dan Medinah. Ulama kemudian berusaha menetapkan daerah-darah yang
termasuk di luar kota termasuk bagian kota. Seperti yang dilakukan Imam as-Sayū•ī, ia menetapkan daerah Mina, ‘Arafat dan Hudaibiyyah
termasuk kedalam batasan Kota Mekah. Sedangkan daerah Badar, Uhud dan Sala′
termasuk dalam batasan Medinah. Penetapan ini jelas
mengundang perdebatan.
2. Kesulitan lainnya adalah ketika ada ayat/surah yang
turun bukan di dua daerah tersebut dan juga bukan di daerah sekitarnya. Seperti
ayat 45 Surah az-Zukhruf yang turun di Baitul Maqdis. Ulama pendukung defenisi
ini akhirnya memunculkan istilah baru yakni mā laisa bi makky wa lā madaniy. Istilah ini juga sulit untuk diterima.
Kedua kesulitan ini membuat defenisi berdasarkan kontek
tempat memiliki kelemahan
Kedua, berdasarkan kontek khitāb
(kepada siapa ayat ditujukan)
Ulama
yang mendefenisikan makky dan madaniy berdasarkan kontek khitāb
ini mengkategorikan ayat/surah yang ditujukan kepada penduduk Mekah sebagai
ayat/surah makkiyyah dan ayat/surah yang ditujukan terhadap penduduk Medinah
sebagai surah madaniyyah.
Dari sudut tinjauan komunikan, konsep Makki dicirikan dengan bentuk
panggilan umum/universal yang merujuk seluruh manusia (yā ayyuhān-nās, wahai
sekalian manusia —tidak membedakan suku, ras, dan agama). Sebutan universal ini
cocok dengan karakter pesan Al-Qur′an yang diturunkan pada periode Mekah atau
secara umum sebut saja periode masa Nabi sebelum berhijrah ke Madinah. Mekah
menjadi lokasi yang cocok untuk menurunkan ajakan kembali kepada tauhid dan
seruan kepada moral yang baik karena kedua persoalan inilah merupakan problem
utama teologi dan kultural yang dialami penduduk Mekah ketika itu.
Di sisi lain, Madani mencirikan sebuah nilai pembaruan, sebuah konsep nuzul
yang dicirikan oleh sifat yang lebih khusus dan ekslusive, bukan lagi
dekonstrukif dengan mengganyang kepercayaan lama dan moral rendah, tetapi
bersifat konstruktif yang bernilai signifikan bagi pembangunan masyarakat baru.
Di sinilah nilai-nilai eksklusif Islam diturunkan dalam
proses intensifikasi dakwah, pelembagaan syariat yang baru, dan penentuan
strategi bagi pembangunan masyarakat muslim yang kuat. Dari sisi tinjauan
strategi dakwah, kondisi ini cocok bagi proses penanaman nilai-nilai agama yang
bersifat pendalaman. Sebutan yang kerap dipakai untuk pesan-pesan yang turun di
sini, yā ayyuhalladzīna āmanū (wahai
orang-orang yang beriman), misalnya merujuk sebuah seruan yang bersifat
internal dan eksklusif.
Kesulitan
dalam pengelompokan ini adalah terdapat ayat-ayat yang ditujukan bukan kepada
penduduk Mekah dan Medinah karena tidak memakai khitab yā ayyuhalladzīna āmanū ataupun yā ayyuhannāsu.
Ketiga, berdasarkan kontek waktu
Mayoritas
ulama memilih defenisi berdasarkan kontek waktu karena defenisi makky dan
madaniy menjadi lebih fleksibel mencakup unit wahyu yang diturunkan. Karena yang
dijadikan patokan adalah hijrah Nabi bukan lagi tempat dan khitāb.
Semua ayat yang turun sebelum hijrah, baik dimana pun tempat turunnya
dikategorikan makkiyyah dan ayat yang turun setelah hijrah dikelompokkan
madaniyyah, sekalipun turun di Mekah.[4]
Imam
az-Zarqanī mengatakan, ketika makky dan madany
dibawa ke dalam kontek waktu akan lebih tepat, karena dengan ini tidak ada lagi
kebingungan dalam pengelompokkan unit wahyu yang diturunkan di berbagai tempat
dan berbagai kondisi dan situasi.[5]
C. Metode/cara
Mengetahui Makkiyah dan Madaniyyah
Konsep
makkiyyah dan madaniyyah pada dasarnya dibangun atas dasar informasi (riwayat).
al-Qādī Abū Bakr al-Bāqilānī[6] mengemukakan, bahwa untuk dapat mengetahui makky dan madaniy harus merujuk
kepada riwayat sababat nabi ☺allallāhu ‘alaihi wa sallam dan tabi‘in. Sebab merekalah yang menyaksikan
dan mengetahui dimana dan dalam kondisi apa suatu ayat/surah diturunkan.
Sekalipun rasul tidak menekankan sabahatnya untuk mencermati tempat turun suatu
ayat, namun para sahabat sangat menaruh perhatian terhadap bidang ini. Dari
kalangan sahabat terdapat beberapa nama yang ahli di bidang asbābun nuzūl, makky
dan madaniy. Bahkan ada sahabat yang mengetahui secara detail kronologis
penurunan wahyu.
Ibnu Mas‘ūd sebagaimana yang
diriwayatkan oleh al-Bukhārī berkata, demi Allah yang tidak ada
Tuhan selainnya, tidak pernah diturunkan ayat dari Al-Qur′an kecuali aku mengetahui kepada siapa
ayat tersebut ditujukan dan dimana diturunkan. ‘Alī bin Abī ◘ālib juga pernah berkata,
Tidak ada suatu ayat pun yang turun kecuali saya mengetahui dalam hal apa dan
dimana ayat itu diturunkan.
Hanya
saja dalam Al-Qur′an tidak semua ayat yang memiliki asbābul nuzūl
dan penjelasan tempat turunnya. Riwayat yang berasal dari sahabat maupun tabi‘in mengenai tempat turunnya ayat tidak
mencakup semua ayat Al-Qur′an. Sehingga membuka peluang munculnya ijtihad dalam penetapan ayat/surah Makkiyyah dan Madaniyyah.
Az-Zarkasyī dengan mengutip perkataan al-Ja‘barī mengemukakan ada dua cara mengetahui
makky dan madaniy yaitu dengan cara sima‘i (berdasarkan riwayat) dan qiyasi (melalui perbandingan). Penetapan secara qiyasi
melalui perbandingan secara komprehensif terhadap seluruh surah-surah makkiyah
dan madaniyyah yang memiliki riwayat dari sahabat maupun tabi‘in. Dari hasil
perbandingan ini, ulama kemudian menetapkan parometer dan kekhususan dari
masing–masing kelompok makkiyah dan madaniyyah.[7]
a.Tanda-tanda Surah Makkiyyah
1. Setiap surah yang di dalamnya terdapat ‘‘ya ayyuhannās”, dan di dalamnya tidak mengandung ‘‘yā ayyuhalla♣īna āmanū”. Ulama berbeda pendapat mengenai ayat akhir Surah al-♦ajj, namun mayoritas ulama berpendapat ayat
tersebut adalah ayat Makkiyyah.
2. Setiap surah yang di dalamnya mengandung lafaz ‘‘Kallā’’. Lafaz ini
hanya terdapat pada separuh terakhir dari Al-Qur′an dan di sebutkan sebanyak 33 kali dalam 15 surah.
3. Setiap surah yang di dalamnya terdapat ayat Sajdah.
5. Setiap surah yang mengandung cerita Nabi Adam dan iblis, kecuali Surah al-Baqarah.
6. Setiap surah yang mengandung kisah umat terdahulu.
7. Setiap surah mufa☺☺al (surah-surah pendek).
Ayat/surah makkiyah memiliki keistimewaan dari segi
tema dan gaya bahasa. Di antaranya:
1. Doktrin tentang tauhid dan hanya beribadah kepada Allah, pembuktian
mengenai risalah, hari kebangkitan, pembalasan, kiamat dan kengeriannya, neraka
dan siksanya, surga dan nikmatnya, argumentasi terhadap orang musyrik dengan
menggunakan bukti-bukti rasional dan ayat-ayat kauniyyah.
2. Peletakan dasar-dasar umum untuk perundang-undangan dan akhlak mulia
yang menjadi dasar terbentuknya masyarakat, dan penyikapan dosa orang-orang
musyrik dalam penumpahan darah, memakan harta anak yatim secara zalim,
penguburan hidup-hidup bayi perempuan dan tradisi buruk lainnya.
3. Menyebutkan kisah para nabi dan umat-umatnya terdahulu.
4. Suku katanya pendek, disertai dengan kata-kata yang mengesankan
pernyataannya singkat.
5. Memiliki makna yang dalam dalam setiap ungkapannya.
b). Tanda-tanda Ayat/Surah Madaniyyah.
1. Diawali dengan yā ayyuhal-la♣īna āmanū (wahai orang-orang yang
beriman).
2. Setiap surah
yang di dalamnya ada perintah jihad
3. Setiap surah yang di dalamnya di sebutkan
orang-orang munafik, kecuali Surah al-‘Ankabūt.
4. Setiap surah yang berisi kewajiban atau hukuman.
Keistimewaan ayat/surah madaniyyah dari segi tema
dan gaya bahasa adalah sebagai berikut:
1. Ayat/surahnya panjang-panjang.
2. Mengunakan uslub (gaya bahasa yang) yang mengandung hujjah ketika
berdialok dengan ahli kitab.
3. Menjelaskan hukum-hukum amaliah. Seperti ibadah, muamalah, hubungan
kemasyarakatan, dan hukuman.
4. Mengungkapkan sifat orang munafik disertai peringatan dan kehati-hatian
berhadapan dengan mereka.
5. Menjelaskan kaedah-kaedah tasyri‘ (penetapan hukum) dan hikmah pensyariatannya jihad dan hukum-hukum yang
berkaitan dengannya. Seperti perdamaian, ganimah (harta ranpasan perang),
tebusan dan tawanan.[9]
D. Jumlah Surah-Surah Makkiyyah dan
Madaniyyah
Sama halnya dengan pengertian makky
dan madaniy, ulama juga berbeda pendapat mengenai jumlah ayat makkiyah dan
madaniyyah. Dalam Mukadimah kitabnya, Ibnu Ka♪īr mengemukakan bahwa terdapat beberapa riwayat dari
sahabat mengenai surah-surah yang turun di Mekah dan Medinah. Riwayat yang
sahih menurutnya adalah riwayat dari Abī ◘al♥ah:
عن علي بن أبي طلحة، قال: نَزَلَتْ بِالْمَدِيْنَةِ
سُوْرَةُ الْبَقَرَةِ، وَآلِ عِمْرَان، وَالنِّسَاءِ، وَالْمَائِدَةِ، وَالأَنْفَالِ،
والتَّوْبَة، والحَجِّ، وَالنُّوْرِ، والأَحْزَاب، وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا، وَالْفَتْحِ،
وَالْحَدِيْدِ، وَالْمُجَادِلَةِ، وَالْحَشْر، وَالْمُمْتَحَنَةِ، وَالْحَوَارِيُوْن،
وَالتَّغَابُنِ، و { يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ إِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ } و {
يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ لِمَ تُحَرِّمُ } والْفَجْرِ، { وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى
} و { إِنَّا أَنزلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ } و { لَمْ يَكُنِ الَّذِينَ
كَفَرُوا } و { إِذَا زُلْزِلَتِ } و { إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ }
‘Alī bin Abī ◘al♥ah
berkata, Surah yang turun di Medinah adalah al-Baqarah, Āli ‘Imrān, an-Nisā′,
al-Mā′idah, al-Anfāl, at-Taubah, al-♦ajj, an-Nūr, al-A♥zāb, Mu♥ammad, al-Fat♥,
al-♦adī○, al-Mujādilah, al-♦asyr, al-Mumta♥anah, al-♦awāriyyūn, at-Tagābun,
a•-◘alāq, at-Ta♥rīm, al-Fajr, al-Lail, al-Qadr, al-Bayyina♥, al-Zalzalah,
an-Na☺r.
Lebih lanjut setelah
mengomentari kualitas hadis ini, Ibnu Ka♪īr menyebutkan, bahwa dalam riwayatnya
ini, Abī ◘al♥ah luput menyebutkan Surah al-♦ujurāt dan al-Muawwi♣atain.[10] Berdasarkan riwayat ini,
surah-surah madaniyyah berjumlah 25 surah.
Menurut
as-Suyū•ī, klasifikasi
surah-surah Madaniyyah yang paling
cermat dilakukan oleh Abul-♦asan al-♦a☺☺ar dalam bukunya an-Nāsikh wal-Mansūkh. Ia berkata: Surah
yang disepakati ulama sebagai Madaniyyah
berjumlah 20, yang diperselisihkan apakah makkiyyah atau madaniyyah 12 surah, dan sisanya makkiyyah.
Yang disepakati sebagai surah Madaniyyah
adalah: al-Baqarah, Āli Imrān, an-Nisā′, al-Mā′idah, al-Anfāl, at-Taubah, an-Nūr, al-A♥zāb, Mu♥ammad, al-Fat♥, al-♦ujurāt, al-♦adīd, al-Mujādilah, al-♦asyr, al-Mumta♥anah, al-Jumu’ah,
al-Munāfiqūn, a•-◘alāq, at-Ta♥rīm, an-Na☺r. Sedangkan 12 surah
yang diperselisihkan yaitu: al-Fātihah, ar-Ra‘d, ar-Ra♥mān, a☺-☻aff, at-Tagābūn, al-Mu•affifīn, al-Qadr,
al-Bayyinah, az-Zalzalah, al-Ikhlā☺, al-Falaq, dan an-Nās.
Berbeda
dengan yang dikemukakan al-Ha☺☺ar di atas, penulis menemukan surah-surah yang disepakati ulama sebagai
surah Madaniyyah sebanyak 19 surah, sedangkan surah yang disepakati makkiyyah
berjumlah 73 surah, dan sisanya 22 surah adalah surah-surah dipersisihkan
ulama, antara makkiyyah dan madaniyyah. Berikut ini daftar surah-surah
makkiyyah dan madaniyyah.
1.
Surah-Surah Makkiyyah
Al-An‘ām
|
Al-Qalam
|
Al-A‘rāf
|
Al-Hāqqah
|
Yūnus
|
Al-Ma‘ārij
|
Hūd
|
Nū♥
|
Yūsuf
|
Al-Jinn
|
Ibrāhim
|
Al-Muzzammil
|
Al-♦ijr
|
Al-Mudda♪♪ir
|
An-Na♥l
|
Al-Qiyāmah
|
Al-Isrā′
|
Al-Mursalāt
|
Al-Kahf
|
An-Nabā′
|
Maryam
|
An-Nāzi‘āt
|
◘āhā
|
‘Abasa
|
Al-Anbiyā′
|
At-Takwīr
|
Al-Mu′minūn
|
Al-Infitār
|
Al-Furqān
|
Al-Insyiqāq
|
Asy-Syu‘arā
|
Al-Burūj
|
An-Naml
|
A•-◘āriq
|
Al-Qa☺a☺
|
Al-Gāsyiyah
|
Al-Ankabūt
|
Al-Fajr
|
Ar-Rūm
|
Al-Balad
|
Luqmān
|
Asy-Syams
|
As-Sajdah
|
A○-◙uhā
|
Saba′
|
At-Tīn
|
Fātir
|
Al-‘Alaq
|
Yā☺īn
|
Al-Qari’ah
|
A☺-☺affāt
|
At-Takā☺ūr
|
Sād
|
Al-‘A☺r
|
Az-Zumār
|
Al-Humazah
|
Al-Mu′min
|
Al-Fīl
|
Fu☺☺ilat
|
Al-Ma’ūn
|
Asy-Syūrā
|
Al-Lahab
|
Az-Zukhruf
|
|
Ad-Dukhān
|
|
Al-Jāsiyah
|
|
Al-A♥qāf
|
|
Qāf
|
|
A♣-♠ārriyāt
|
|
At-Tūr
|
|
An-Najm
|
|
Al-Qamar
|
|
Al-Wāqi‘ah
|
|
Al-Mulk
|
2.
Surah-Surah Madaniyyah
1.
Al-Baqarah
2.
Āli ‘Imrān
3.
an-Nisā′
4.
Al-Māidah
5.
Al-Anfāl
6.
At-Taubah
7.
An-Nūr
8.
Al-Ahzāb
9.
Muhammad
10. Al-Fat♥
11. Al-♦ujarāt
12. Al-Mujādilah
13. Al-Hasyr
14. Al-Mumta♥anah
15. Al-Munāfiqūn
16. A•-◘alāq
17. At-Ta♥rīm
18. Al-Insān
19. An-Na☺r
3.
Surah-Surah Makkiyyah dan Madaniyyah yang Diperselisihkan
NO
|
NAMA SURAH
|
KLASIFIKASI (menurut ulama)
|
|
Makikiyyah
|
Madaniyyah
|
||
1
|
Al-Fāti♥ah
|
Jumhur ulama dari
riwayat Abi Maisarah
|
Ibnu ‘Abbās, ‘Alī bin Abī ◘ālib
|
2
|
Ar-Ra‘d
|
Ibnu ‘Abbās, Mujāhid
|
Qatādah
|
3
|
Al-♦ajj
|
An-Nu♥ās
|
Ad-Da♥♥ā'
|
4
|
Ar-Ra♥mān
|
Ibnu ‘Abbās
|
Al-Baihaqī
|
5
|
Al-♦adīd
|
Ibnu ‘Abbās
|
Jumhur
|
6
|
A☺-☻af
|
Ibnu Yasar, Ibnu Abas, Mujahid
|
Jumhur
|
7
|
Al-Jum‘ah
|
Ibnu Yasar, Ibnu Abas, Mujahid
|
Jumhur
|
8
|
At-Tagābun
|
Ibnu ‘Abbās, Ibnu ‘A•a’, Ibnu Yasar
|
Mayoritas ulama
|
9
|
Al-Mu•affifīn
|
Qur•ubiy, Ibnu Mas‘ūd
|
♦asan , Ikrimah
|
10
|
Al-A‘lā
|
Jumhur
|
A○-◙ahā'
|
11
|
Al-Lail
|
Jumhur
|
Ibnu ‘Abbās, Abu •al♥ah
|
12
|
Asy-Syar♥
|
Ibnu Zubair, Aisyah, Ibnu ‘Abbās
|
Al-Biqā′i
|
13
|
Al-Qadr
|
Mawardi
|
a♪-♫a‘labī, Al-Wāhidī
|
14
|
Al-Bayyinah
|
Aisyah, Ibnu ‘Abbās, jumhur
|
Ibnu Zubair, jumhur
|
15
|
Az-Zalzalah
|
Ibnu ‘Abbās
|
Ibnu Mas‘ūd
|
16
|
Al-‘Ādiyāt
|
Ibnu Mas‘ūd, Jābir
|
Ibnu ‘Abbās, Anas Bin Mālik
|
17
|
Quraisy
|
Jumhur
|
a○-◙a♥ā'
|
18
|
Al-Kau♪ar
|
Ibnu ‘Abbās, Muqātil
|
♦asan, Ikrimah (pendapat yang kuat)
|
19
|
Al-Kāfirūn
|
Ibnu Mas‘ūd, ♦asan
|
Ibnu Zubair, Ibnu ‘Abbās
|
20
|
Al-Ikhlās
|
Ibnu Mas‘ūd, ♦asan, Ikrimah
|
Ibnu ‘Abbās
|
21
|
Al-Falaq
|
♦asan
|
Ibnu ‘Abbās
|
22
|
An-Nās
|
♦asan
|
Ibnu Zubair
|
Terjadinya
perbedaan dalam penentuan surah makkiyyah dan madaniyyah di atas pada dasarnya
disebabkan oleh beberapa faktor:
1.
Tidak adanya penjelasan dari nabi Muhammad. Tidak ada
perkataan nabi yang menjelaskan ayat/surah ini turun di Mekah atau surah di Medinah.
2.
Perbedaan dalam penentuan defenisi makky dan madaniy.
3.
Dalam hadis-hadis tentang asbābun nuzūl, tidak ada penjelasan yang jelas tentang sebab turun
ayat/surah. Terkadang sebagian riwayat yang dianggap sebab turun ayat malah
merupakan tafsiran terhadap ayat.
4.
Ciri-Ciri ayat/surah makkiyyah dan madaniyyah yang ditetapkan
ulama tidak berlaku universal dan pasti. Setiap kaedah/kriteria selalu memiliki
pengeculian. Hal ini menimbulkan adanya kontaversi di kalangan ulama.
5.
Sebagian ulama berpedoman pada riwayat yang lemah,
padahal terdapat riwayat yang sahih yang menjelaskan tempat turunnya ayat/surah.
E. Faedah Mengetahui Ayat Madaniyyah
dan Makkiyyah
Mengetahui perbedaan
ayat-ayat Makkiyyah dan Madaniyyah merupakan bagian terpenting dari ilmu-ilmu Al-Qur′an,
karena hal itu mengandung beberapa faedah antara lain:
1.
Menunjukkan ketinggian balagah dan uslub
Al-Qur′an. Sehingga dalam berdakwah atau mengajak kepada setiap kaum selalu
disesuaikan dengan kondisi dan keadaan mereka.
2.
Menunjukkan hikmah pensyari‘atan hukum-hukum yang
sangat sempurna, yaitu hukum-hukum itu diturunkan secara bertahap sesuai dengan
keadaan, kondisi, dan tuntutan mukha•abīn (umat manusia) serta
kesiapan mereka untuk menerima dan melaksanakan hukum-hukum tersebut.
3.
Pendidikan dan pengarahan bagi para da‘i agar mereka
menerapkan prinsip-prinsip Qur′ani di dalam dakwah mereka, baik menyangkut
pemilihan uslub ataupun tahapan-tahapan bahan yang tepat, disesuaikan dengan
audien dakwah mereka.
4.
Membantu dalam menafsirkan al-Qur’an,
karena pengetahuan akan tempat diturunnya membantu memahami tafsirannya dengan
benar, apalagi kalau ada kalau ada perbedaan ma’na akan mudah menentukan nasikh
dan mansukh.
F.
Pengelompokan Ayat/Surah Makkiyyah dan Madaniyyah dalam Mushaf Standar
Penyebutan
makkiyyah dan madaniyyah dalam
Al-Qur′an Mushaf Standar maupun Al-Qur′an dan Terjemahnya tidak
berbeda dengan yang dikemukakan al-Ha☺☺ar, baik dalam hal
surah-surah yang disepakati sebagai Makkiyyah dan Madaniyyah maupun yang diperselisihkan. Dalam hal terakhir, tampak
para ulama peletak klasifikasi tersebut melakukan upaya tarjīh pendapat yang
dipandangnya kuat. Namun dari penetapan yang dilakukan ada tiga catatan yang
perlu diperhatikan:
Pertama, adanya ketidakjelasan
standar penetapan, apakah berdasarkan waktu, sebelum atau sesudah hijrah
seperti pandangan jumhur ulama, atau tempat.
Kedua, Dalam hal ayat/surah
yang diperselisihkan sifat makkiyyah dan Madaniyyah-nya, Al-Qur′an dan Terjemahnya tidak konsisten
dalam pencantuman ayat-ayat tersebut. Misalnya perbedaan
pada penetapan Surah al-Falaq dan an-Nās. Dalam Al-Qur′an dan terjemahannya
tahun 2008 disebutkan kedua surah ini termasuk dalam kelompok Makkiyyah
sedangkan dalam Mushaf Al-Qur′an terbitan tahun yang sama
dikategorikan Madaniyyah. Begitu juga Surah ar-Ra♥mān, dalam Mushaf Al-Qur′an terbitan
tahun 2008 dijelaskan bahwa ia termasuk Madaniyyah
sedangkan dalam Mushaf Al-Qur′an terbitan tahun 2007, surah ini dikategorikan Makkiyyah.
Ketiga, kurangnya referensi yang ada dalam penetapan
surah makkiyyah dan madaniyyah. Penetapan surah makkiyah dan madaniyyah dalam
mushaf standar maupun terjemahan tidak dilengkapi dengan dalil-dalil yang
digunakan. Berikut ini daftar nama-nama surah yang diperselisihkan antara
makkiyyah dan madaniyyah yang ditetapkan pada sidang Pleno Lajnah pentashihan
Mushaf Al-Qur′an di Wisma Haji Tugu Bogor,
tanggal 26-28 November 2007:
1. al-Fāti♥ah ditetapkan Makkiyyah
2. ar-Ra‘d ditetapkan Makkiyyah
3. ar-Ra♥mān ditetapkan Makkiyyah
4. a☺-☻af ditetapkan Madaniyyah
5. at-Tagābūn ditetapkan Madaniyyah
6. al-Mu•affifīn ditetapkan Makkiyyah
7. al-Qadr ditetapkan Makkiyyah
8. al-Bayyinah ditetapkan Madaniyyah
9. az-Zalzalah ditetapkan Madaniyyah
10. al-Ikhlā☺ ditetapkan Makkiyyah
11. al-Falaq ditetapkan Madaniyyah
12. an-Nās ditetapkan Madaniyyah
Penetapan ini bertujuan menghilangkan perbedaan pengelompokan
surah makkiyyah dan madaniyyah antara yang terdapat dalam Mushaf Al-Qur′an dan Al-Qur′an terjemahan Departemen Agama
sebelumnya. Hanya saja sebagaimana yang penulis sebutkan sebelumnya tidak
ditemukan data-data atau dalil-dalil yang digunakan ulama dalam pengklasifikasian
surah-surah di atas.
Perbedaan
ini jelas akan menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat khususnya para
penerbit. Ketika mereka akan menerbitkan Al-Qur′an, mereka diharuskan merujuk
pada Mushaf Al-Qur′an Standar Indonesia. Sedangkan Mushaf Al-Qur′an Standar
Indonesia sendiri tidak konsisten dalam menetapkan ayat/surah Makkiyyah
dan Madaniyyah. Oleh karena itu
diperlukan standar baku dalam penetapan surah Makkiyyah dan Madaniyyah yang berlandaskan pada dalil
yang kuat, sehingga tidak ditemukan lagi perobahan-perobahan dikemudian hari.
Apabila ditelusuri kitab-kitab yang
membahas tentang makkiyyah dan madaniyyah maupun kitab-kitab tafsir yang ada,
maka ditemukan bahwa penetapan suatu surah apakah ia termasuk surah makkiyyah
atau madaniyyah pada umumnya didasarkan pada perkataan sahabat dan tabi‘in.
Berangkat dari surah-surah yang
diperselisihkan ulama antara makkiyah dan madaniyyah yang diputuskan sidang
pleno Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur′an di atas, penulis berusaha menemukan referensi atau
sandaran dari pendapat ini.
1.
Surah al-Fāti♥ah
Ulama
berbeda pendapat tentang Surah al-Fāti♥ah. Sebagian pendapat mengatakan surah
ini termasuk surah makkiyah, pendapat lain mengatakan madaniyyah. Ada lagi yang
berpendapat Surah al-Fāti♥ah turun dua kali, sekali di Mekah dan
sekali di Medinah. Bahkan ada yang berpendapat bahwa Surah al-Fāti♥ah sebagian ayatnya turun di Mekah dan
sebagian turun di Medinah.
a.
Makkiyah
Menurut
jumhur ulama Surah al-Fāti♥ah termasuk surah makkiyyah sebagamana
diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, ‘Alī bin Abī ◘ālib, Abū Maisarah, Abū Hurairah, Abū ‘Āliyah, ♦asan al-Ba☺rī dan Qatādah.[12]
Banyak dalil/argumen yang dijadikan landasan oleh kelompok ini di antaranya:
1) Firman Allah
وَلَقَدْ ءَاتَيْنَاكَ سَبْعًا مِنَ الْمَثَانِي وَالْقُرْءَانَ الْعَظِيم
(الحجر/15: 87)
Surah al-♦ijr
adalah surah makkiyah berdasarkan kesepakatan ulama. Surah ini turun setelah
Surah al-Fāti♥ah.
Abū
Hurairah, Ubay bin Ka‘ab dan Abī Sa‘īd al Mu‘allī
meriwayatkan tafsiran Nabi terhadap kata as-sab‘ul-ma♪ānī dalam ayat di atas dengan al-Fāti♥ah.
Berdasarkan riwayat ini maka Surah Al-Fāti♥āh
adalah surah makkiyah karena tidak mungkin nabi menafsirkan kata as-sab‘ul-ma♪ānī dengan al-Fāti♥ah,
jika surah ini belum turun.
2)
Kewajiban salat diperintahkan di Mekah dan salat dianggap tidak sah tanpa
membaca Surah al-Fāti♥ah.
Hal ini menandakan bahwa al-Fāti♥ah
adalah surah makkiyah
3) a♪-♫a‘labī meriwayatkan dalam tafsirnya
dari ‘Alī bin Abī ◘ālib bahwasanya ia berkata, Fāti♥atul Kitāb turun di Mekah
dari dasar mutiara dibawah Arasy.
Masih banyak dalil-dalil yang
menguatkan keberadaan surah al-Fā•i♥ah sebagai surah makkiyah.
b. Madaniyyah
Diantara
dalil yang menjelaskan ke-madiniyyah-an surah ini adalah:
1) Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu
Abī Syaibah dari Abū Hurairah, ia berkata, ‘‘ Surah al-Fāti♥ah turun di
Medinah. Hadis ini adalah hadis mudraj dari perkataan
Mujāhid.
2) Hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dari Ibnu ‘Abbās:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ بَيْنَمَا
جِبْرِيْلُ قَاعِدٌ عِنْدَ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ
نَقِيْضًا مِنْ فَوْقِهِ فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ هَذَا بَابٌ مِنَ السَّمَاءِ
فُتِحَ الْيَوْمَ لَمْ يُفْتَحْ قَطُّ إِلاَّ الْيَوْمَ فَنَزَلَ مِنْهُ مَلَكٌ
فَقَالَ هَذَا مَلَكٌ نَزَلَ إِلَى اْلأَرْضِ لَمْ يَنْزِلْ قَطُّ إِلاَّ
الْيَوْمَ فَسَلَّمَ وَقَالَ أَبْشِرْ بِنُوْرَيْنِ أُوْتِيْتَهُمَا لَمْ
يُؤْتَهُمَا نَبِيٌّ قَبْلَكَ فَاتِحَةُ الْكِتَابِ وَخَوَاتِيْمُ سُوْرَةِ
الْبَقَرَةِ لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلاَّ أُعْطِيْتَهُ. [13]
Ibnu ‘Abb☼s bercerita bahwa ketika malaikat Jibril duduk di sisi Nabi ☺allallāhu ‘alaihi wa
sallam, dia mendengar suara dari arah atas, dia pun mengangkat kepalanya, maka
Jibril berkata, “Ini adalah pintu langit yang dibuka pada hari ini, dan hanya
dibuka pada hari ini saja,” lalu darinya turunlah malaikat. Kemudian Jibril melanjutkan, “Malaikat ini turun ke bumi dan tidak turun kecuali pada
hari ini,” kemudian malaikat itu memberi salam sembari berkata, “Berikanlah
kabar gembira dengan dua cahaya yang dikaruniakan kepadamu, yang tidak
dikaruniakan kepada nabi sebelummu, yaitu f☼ti♥atul
kit☼b dan ayat-ayat terakhir Surah al-Baqarah.
Sekali-kali kamu tidak akan pernah membaca satu huruf pun dari keduanya,
melainkan akan dikaruniakan kepadamu kebaikan (yang kamu kehendaki).”
Dari dalil-dalil yang dikemukakan dua kelompok di atas,
dalil kelompok pertama lebih kuat dibandingkan kelompok kedua. Hadis pertama
yang dikemukakan kelompok kedua adalah hadis mudraj. Sedangkan hadis
yang kedua tidak bisa dijadikan alasan Surah al-Fāti♥ah diturunkan di Medinah. Hadis ini
lebih tepatnya berbicara tentang keutamaan Surah al-Fāti♥ah.[14]
Bila
dicermati riwayat-riwayat di atas, baik yang mengatakan Surah al-Fāti♥āh adalah surah makkiyyah maupun
madaniyyah, ditemukan perkataan sahabat tersebut mengisyaratkan bahwa aspek
pengklasifikasian makkiyyah dan madaniyyah adalah tempat (turun di Mekah) bukan waktu.
Persoalannya adalah sebagian besar ulama yang menetapkan pengelompokan ini
adalah yang mendefenisikan makky dan madany berdasarkan kontek waktu. Apakah
yang dimaksud dengan perkataan sahabat turun di Mekah itu adalah turun di
daerah Mekah ataukah turun sebelum hijrah. Belum ada keterangan yang jelas dari
ulama salaf tentang ini. Karena dari referensi yang ada tidak ditemukan
defenisi makky dan madaniy yang disampaikan oleh nabi maupun sahabat. Abdur Razāq dalam bukunya Makky dan Madaniy kemudian
mencoba menafsirkan yang dimaksud dengan perkataan sahabat tersebut bukanlah
tempat tapi waktu.
2.
Surah ar-Ra‘d
Surah ar-Ra‘d termasuk surah yang diperselisihkan ulama tentang
pengelompokannya. Sebagian ulama mengatakan surah ini termasuk surah makkiyyah.
Sedangkan sebagian lain berpendapat madaniyyah.
a. Pendapat yang mengatakan makkiyah
Menurut jumhur mufassir berdasarkan
riwayat dari Mujāhid dan ‘Alī bin ◘alhah dari Ibnu
‘Abbās, Surah ar-Ra‘d termasuk surah makkiyah. Di antara
dalil-dalil yang digunakan kelompok ini adalah:
1) Ibnu ‘Abbās sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Mujāhid berkata, Surah ar-Ra‘d turun di Mekah dan ia adalah surah
makkiyyah.
2) Ibnul Jauzī mengemukakan dalam kitab tafsirnya
bahwa Surah ar-Ra‘d adalah surah makkiyyah berdasarkan
riwayat Alī bin ◘alhah dari Ibnu
‘Abbās.
3) Terdapat
beberapa asbābun nuzūl ayat dalam surah ini yang menunjukkan bahwa ia termasuk
surah makkiyah
4) Kalau
diperhatikan kandungan surah secara keseluruhan, menunjukkan bahwa ia adalah
surah makkiyyah, Surah ini berbicara tentang keesaan Allah, ancaman dan
peringatan terhadap kaum musyrik
b.
Pendapat yang mengatakan madaniyyah
Sebagian ulama berpendapat bahwa
Surah ar-Ra‘d adalah surah madaniyyah. Kelompok
ini mendasarkan pendapat mereka pada riwayat ‘A•iah al-‘Aufī dan ‘Atā′ al-Khurāsānī dari Ibnu ‘Abbās. Adapun dalil-dalil yang mereka
gunakan adalah:
1) Ibnu Mardaweih
meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, dia berkata, Surah ar-Ra‘d turun di Medinah.
2) Ibnu Mardaweih
meriwayatkan dari ‘Abdullāh bin Zubair, bahwasanya Surah ar-Ra‘d turun di Medinah
3) Sebagian asbābun nuzūl ayat menjelaskan bahwa ia turun di
Medinah.
Dari dua pendapat di atas, menurut ‘Abdur-Razāq ♦usein Ahmad pendapat yang paling kuat
adalah pendapat jumhur, Surah ar-Ra‘d termasuk surah makkiyah. Setelah melakukan penelitian terhadap kualitas
riwayat-riwayat yang dijadikan dalil oleh masing-masing kelompok, ia menemukan riwayat-riwayat
yang menjelaskan ke-makkiyyah-an surah ini berkualitas sahih, berbeda dengan
riwayat yang digunakan kelompok kedua. Dua riwayat dari Ibnu ‘Abbās yang dijadikan dalil merupakan
riwayat yang lemah.[15]
3. Surah ar-Ra♥mān
Al-Kha•ib asy-Syarbīnī
dalam kitab tafsirnya “as-Sirāj al-Munīr” menyebutkan pendapat ulama
tentang kualifikasi Surah ar-Ra♥man. Menurut ♦asan, ‘Urwah, Ibnu Zubair, ‘A•a′
dan Jābir dari riwayat Ibnu ‘Abbās, surah ini adalah surah makkiyah. Sedangkan
Ibnu Mas‘ūd dan Muqātil mengatakan bahwa surah ini adalah surah madaniyyah.
Dari dua pendapat ini Ibnu ‘Ādil mengemukakan, pendapat yang pertama lebih kuat
berdasarkan riwayat dari ‘Urwah bin Zubair, dia berkata, Orang yang pertama
kali menjaharkan bacaan Al-Qur′an sesudah Nabi di Mekah adalah Ibnu Mas‘ūd.
Karena pada waktu itu para sahabat berkata orang quraisy belum pernah mendengar
bacaan Al-Qur′an dijaharkan, maka siapakah yang telah memperdengarkannya pada
mereka. Ibnu Mas‘ūd menjawab. Saya.
4. Surah a☺-☻af
Menurut an-Nu♥as berdasarkan perkataan Ibnu ‘Abbās, surah
ini termasuk surah makkiyah. Ibnu ‘Abbās berkata Surah al-Sāff turun di Mekah.
Riwayat ini menurut asy-Syaukānī lemah.
Jumhur ulama mengemukakan, surah a☺-☻aff adalah surah
madaniyyah. Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh at-Tirmi♂ī:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ سَلاَمٍ قَالَ : قَعَدْنَا نَفَرٌ مِنْ
أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فَتُذَاكِرُنَا فَقُلْنَا
لَوْ نَعْلَمُ أَيُّ الأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ لَعَمِلْنَاهُ فَأَنْزَلَ تَعَالَى
{ سَبَّحَ للهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الأَرْضِ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
* يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَا لَا تَفْعَلُوْنَ } قَالَ
عَبْدُ اللهِ بْنِ سَلاَمَ فَقَرَأَهَا عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَ سَلَّمَ.[16]
‘Abdullāh bin Salam berkata, Kami
duduk bersama sekelompok sahabat rasul ☺allallāhu ‘alaihi wa sallam, kami
saling mengingatkan. Kami berkata,
seandainya kita mengetahui apa pekerjaan/perbuatan yang paling disenangi Allah
tentulah kita akan melakukannya. Lalu Allah menurunkan ayat (sabba♥a lillāhi mā
fis-samāwāti wa mā fil-ar○i wa huwal ‘azīzul-♥akīm, yā ayyuhallazīna āmanū lima taqūlūna mā lā
ta‘lamūn). ‘Abdullāb bin Salām berkata, Rasul kemudian membacakan ayat tersebut
kepada kita.
Menurut al-Bānī hadis ini ☺a♥ī♥
isnād. Berdasarkan hadis ini jumhur ulama menyimpulkan bahwa Surah a☺-☻aff
adalah surah madaniyyah.
5. Surah at-Tagābun
Menurut Ibnu Jarīr
berdasarkan riwayat dari ‘Atā′ bin Yasār, Surah at-Tagābun seluruhnya turun di Mekah
kecuali ayat (yā ayyuhal-lazīnā āmanū inna min azwājikum).[17]
Karena itu surah ini adalah surah makkiyyah.
Sedangkan menurut
as-Sayūtī dan mayoritas ulama Surah at-Tagābun adalah surah madaniyyah. Di
antara dalil-dalil yang menguatkan pendapat ini adalah:
1.
Ibnu ◙arīs, Ibnu Mardaweh dan al-Baihaqī meriwayatkan
perkataan Ibnu ‘Abbās, ia berkata, “Surah at-Tagābun turun di Medinah”.
2.
Ibnu Zubair berkata sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu
Mardaweh, surah at-Tagābun turun di Medinah.[18]
Pendapat yang kedua inilah yang lebih kuat. Karena
riwayat yang digunakan kelompok pertama lemah. Di samping itu, bila
diperhatikan asbābun nuzūl, banyak menjelaskan ke-madaniyyah-an surah
at-Tagābun. Ayat 14 sampai akhir surah semuanya turun di Medinah.[19]
6. Surah al-Mu•affifīn
Menurut Ibnu Mas‘ūd dan a○-◙a♥♥āk, Surah al-Mu•affifīn
adalah surah makkiyah. Ibnu ‘Abbas berkata sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu
Darīs, Surah yang terakhir turun di Mekah adalah Surah al-Mu•affifīn.
Riwayat ini berbeda dengan yang diriwayatkan oleh Ibnu
Mardaweh dan al-Baihaqī juga dari Ibnu ‘Abbās, surah yang pertama turun di
Medinah adalah Surah al-Mu•affifīn. Pendapat ini diperkuat oleh hadis yang
diriwayatkan oleh an-Nasā′ī, Ibnu Mājah, ♦ākim, dan a•-◘abarī dengan sanad yang
sahih. Ketika nabi memasuki Medinah, waktu itu masyarakatnya terkenal sebagai
masyarakat yang timbangannya sangat curang/jelek. Kemudian Allah menurunkan
surah ini, akhirnya penduduk Medinah memperbaiki dan membenarkan timbangannya.
Dari dua pendapat di atas pendapat yang kedua lebih kuat.
Karena hadis yang dijadikan dalil adalah hadis yang hasan, bahkan ♦ākim
menilainya sebagai hadis sahih.
7. Surah al-Qadr
Jāluddīn as-Sayū•ī dalam bukunya al-Itqān fi
‘Ulūmil-Qur′ān mengemukakan ada dua pendapat ulama mengenai Surah al-Qadr.
Sebagian ulama berpendapat, surah ini adalah surah makkiyah. Sebagian lagi
mengatakan madaniyyah.
a. Makkiyah
Menurut Jābir bin Zaid
surah al-Qadr adalah makkiyah berdasarkan riwayat dari Ibnu ‘Abbās.[20]
b. Madaniyyah
Dalil tentang ke-madanih-an surah ini adalah hadis yang
diriwayat oleh at-Tirmi♣ī dan ♦ākim dari ♦asan bin ‘Ali bin Abī ◘ālib:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ تَعَالىَ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَرَى بَنِيْ أُمَيَّة عَلَى مِنْبَرِهِ فَسَاءَهُ ذَلِكَ فَنَزَلَتْ إِنَّا
أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَر وَنَزَلَتَ إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ.
Bahwasanya nabi ☺allallāhu ‘alaihi wa sallam melihat Bani Umayyah di
atas mimbarnya, hal itu membuat beliau kecewa/tidak. Maka turun ayat Innā a‘•ainākal-kau♪ar (al-Qau♪ar) dan turun juga Innā anzalnāhu fī lailatil-Qadr (al-Qadr).
Menurut al-Muznī hadis
ini adalah hadis munkar. At-Tirmi♣ī juga melemahkan hadis ini. Dalam riwayat lain, Nabi Muhammād bersabda:
عَنِ ابْنِ الْمُسَيَّبِ بِلَفْظِ قَالَ نَبِي اللهُ
صَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَيْهِ وَسَلَّمَ َرَأَيْتُ بَنِيْ أُمَيَّة يَصْعَدُوْنَ
مِنْبَرِي فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَيَّ فَأَنْزَلَتْ إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِيْ لَيْلَةِ
الْقَدْر.ِ[21]
Ibnu al-Musayyab meriwayatkan, Nabi ☺allallāhu ta‘ālā ‘alaihi wa sallam berkata, “Aku melihat Bani
Umayyah berteriak di atas mimbarku. Hal itu membuat aku tertekan.. Maka turun
surah Innā a‘•ainākal-kau♪ar (al-Qau♪ar) dan turun juga Innā anzalnāhu fī lailatil-Qadr (al-Qadr).
Menurut ulama yang mengatakan surah ini adalah madaniah
beralasan, mimbar yang disebutkan dalam hadis di atas baru ada di Medinah. Ini
menandakan bahwa surah ini adalah surah madaniyyah.[22]
Pendapat ini diperkuat oleh al-Wā♥idī. Ia berkata bahwa surah yang pertama
turun di Medinah adalah Surah al-Qadr.
Dalil lain adalah riwayat dari Abī ◘al♥ah dimana ia
memasukkan Surah al-Qadr kedalam kelompok surah madaniyyah. Ibnu Ka♪īr
menyebutkan, riwayat dari Abī ◘al♥ah adalah sahih.
Menurut as-Sayū•ī, pendapat mayoritas adalah makkiyah.[23]
Pernyataan ini berbeda dengan yang dikemukakan Abū ♦ayyān dalam kitab
tafsirnya. Menurutnya pendapat mayoritas adalah pendapat yang menyebutkan bahwa
Surah al-Qadr adalah surah madaniyyah.[24]
Pendapat ini senada dengan al-Khātib asy-Syarbinī dalam as-Sirāj al-Munīr.
8. Surah al-Bayyinah
Ulama juga berbeda pendapat tentang klasifikasi Surah
al-Bayyinah. Dalam kitabnya “at-Ta♥rir wat-Tanwīr, Ibnu ‘A•iyah menyebutkan
pendapat mayoritas ulama, Surah al-Bayyinah adalah surah madiniyyah. Berbeda
dengan Abū ♦ayyān, ia mengemukakan bahwa pendapat mayoritas menyebutkan surah
ini adalah surah makkiyah.
a. Makkiyah
Abū ☻āli♥ meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, bahwasanya Surah
al-Bayyinah adalah surah makkiyah. Pendapat ini diikuti oleh Ya♥yā bin Salām
dan Ibnu Faris.
b. Madaniyyah
Ibnu Mardaweh dan Ibnu
Ka♪īr meriwayatkan dari ‘Āisyah, bahwasanya Surah al-Bayyinah adalah surah
madaniyyah. Abū ◘al♥āh juga memasukkan surah ini kedalam kelompok surah
madaniyyah. Golongan ini mendasarkan pendapatnya pada hadis yang diriwayatkan
oleh Imam A♥mad, a•-◘abrāni dan Ibnu Mardawe♥:
عَنْ أَبِيْ خَيْثَمَة الْبَدَرِي قَالَ لَمَا نَزَلَتْ
لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلَى آخِرِهَا قَالَ جِبْرِيْلُ
عَلَيْهِ السَّلاَمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ رَبَّكَ يَأْمُرُكَ أَنْ تَقْرَئُهَا
أُبَيْ فَقَالَ النَّبِيْ صَلَّى اللهُ تَعَالَى عَلَيْهِ وَسَلًّمَ لِأُبَيْ رَضِيَ
اللهُ تَعَالىَ عَنْهُ أَنَّ جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلاَمَ أَمَرَنِيْ أَنْ أَقْرَئُكَ
هَذِهِ السُّوْرَةُ فَقَالَ أُبَيْ قَدْ ذَكَرْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ نَعَمْ
فَبَكَى.
Dari
Abī Khai♪ah al-Badarī, ia berkata, tatkala turun ayat lam lakunillazīna kafarū
min ahlil-kitāb sampai akhir, Jibril berkata kepada Nabi Muhammad, “Ya
Rasulullah sesungguhnya Tuhanmu memerintahkan engkau supaya membacakan surah
ini kepada Ubay”. Kemudian nabi berkata kepada Ubay, “Sesungguhnya jibril
menyuruhku membacakan surah ini kepadamu”. Ubay bertanya, “Engkau menyebutkan
namaku ya Rasulullah”. Rasul menjawab. “Ya”. Ubay kemudian menangis.
Hadis ini sahih.
Al-Bukhāri meriwayatkan dengan redaksi yang sedikit berbeda:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأُبَيٍّ إِنَّ
اللهَ أَمَرَنِي أَنْ أَقْرَأَ عَلَيْكَ لَمْ يَكُنِ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ
الْكِتَابِ قَالَ وَسَمَّانِيْ قَالَ نَعَمْ فَبَكَى. (رواه البخاري)
Anas bin Mālik meriwayatkan bahwasanya
Rasulullah ☺allallāhu ‘alaihi wa sallam
berkata kepada Ubay bin Ka‘ab, “Sesungguhnya Allah memerintahkanku supaya aku membacakan untukmu Lam
yakunillazīna kafarū min ahlil kitābi (Surah al-Bayyinah)”. Ubay bertanya; “Dia
(Allah) menyebutkan namaku”? Rasul menjawab “Ya”. Ubay kemudian menangis. (Riwayat al-Bukhārī)[25]
Pendapat
yang kedua lebih kuat dibandingkan pendapat yang pertama. Jadi, Surah
al-Bayyinah adalah surah madaniyyah.
9. Surah az-Zalzalah
Menurut Ibnu ‘Abbās, Mujāhid dan ‘A•ā′, surah ini adalah
surah makkiyah. Sedangkan menurut Muqātil dan Qatādah, ia adalah madaniyyah berdasarkan
hadis yang diriwayatkan oleh Abū ♦ātim.
عَنْ أَبِيْ سَعِيْدِ الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ تَعَالىَ
عَنْهُ قَالَ لَمَّا نَزَلَتْ فَمَنْ يَعْمَلُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ الخ قُلْتُ يَا رَسُوْلَ
اللهِ إِنِّيْ لَرَاَءُ عَمَلِيْ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ تِلْكَ الْكِبَارُ الْكِبَارُ
قَالَ نَعَمْ قُلْتُ الصِّغَارُ الصِّغَارُ قَالَ نَعَمْ قُلْتُ وَاَتْكَلُ أُمِّي
قَالَ أَبْشِرْ يَا أَبَا سَعِيْدٍ فَإِنَّ الْحَسَنَةَ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا.
Dari Abū Sa‘īd al-Khudrī, ia berkata, Ketika turun ayat famay ya‘mal mi♪qāla zarratin sampai akhir, aku bertanya, “Ya
Rasulullah sungguhو aku akan melihat
amalku”? Nabi menjawab, “Ya”. Aku berkata lagi “Yang besar terlihat besar”?
Nabi menjawab, “Ya”. Aku masih bertanya, “Yang kecil kecil”? Nabi menjawab
“Ya”. Aku berkata, “Aku akan menyampaikannya pada ibuku”. Nabi bersabda,
“Sampaikanlah berita gembira ini wahai Sa‘īd, sungguh satu kebaikan akan dibalas sepuluh kali lipat”.
Abū Sa‘īd waktu itu berada di Medinah. Ini menandakan
surah az-Zalzalah adalah surah madaniyyah. Abū ◘al♥ah juga memasukkan surah ini
kedalam kelompk surah madaniyyah.
10. Surah al-Ikhlā☺
Sebagian ulama mengatakan
Surah al-Ikhlās adalah surah makkiyyah dan sebagian lagi mengatakan madaniyyah.
a. Makkiyah
Menurut jumhur, Surah
al-Ikhlās termasuk surah makkiyyah. Dalam asbābun nuzūl surah ini disebutkan:
عَنْ أُبَي بْنِ كَعْبٍ أَنَّ الْمُشْرِكِيْنَ قَالُوْا
لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنْسِبْ لَنَا رَبُّكَ، فَأَنْزَلَ
اللهُ تَعَالَى .[26]
Ubay bin Ka‘ab meriwayatkan, kaum Musyrik berkata kepada Rasulullah
☺allallāhu ‘alaihi wa sallam jelaskan kepada kami nasab Tuhanmu. Lalu
turunlah ayat ini.
b. Madaniyyah
Menurut a○-◙a♥♥āk, Ibnu Jābir, Qatāqah, Muqātil, surah
al-Ikhlā☺ termasuk surah madaniyyah berdasarkan asbābun nuzūl surah. Surah
al-Ikhlās turun berkenaan dengan pernyataan kaum Yahudi, yakni, Ka‘ab Asyraf
dan ♦uyay bin Akh•ab.
عَنِ ابْنِ عَبَاسٍ قَالَ أَنَّ الْيَهُوْدَ جَاءَتْ إِلَى النَّبِي صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهُمْ كَعْبُ الاَشْرَفِ وَ حُيَيْ بْنِ أَخْطَبٍ، فَقَالُوْا:
يَا مُحَمَّدُ صِف لَنَا رَبُّكَ الَّذِي بَعَثَكَ فَأَنْزَلَ (قُلْ هُوَ الله أَحَدٌ).[27]
Ibnu
‘Abbās berkata, Sekelompok Yahudi mendatangi Rasulullah ☺allallāhu ‘alaihi wa
sallam di antara mereka ada Ka‘ab al-Asyraf dan ♦uyay bin Akh•ab . Mereka
berkata, “Ya Muhammad jelaskan kepada kami tentang sifat-sifat/kriteria Tuhanmu
yang mengutus engkau. Lalu turunlah (Qul
huwallāhu a♥ad).
Dari perbedaan pendapat di
atas, menurut Ibnū ‘Ā•iyah pendapat yang
kuat adalah Surah al-Ikhlās makkiyah. Karena secara garis besar surah ini
berbicara tentang keesaan Allah (tauhid) yang merupakan ciri-ciri surah
makkiyah.[28]
Pendapat ini dikuatkan oleh ‘Abdul Razāq al-Mahdī, ketika mentakhrij
hadis-hadis tentang asbābun nuzūl dalam buku “Lubābun-Nuqūl”
karangan as-Sayū•ī, ia menemukan hadis yang menyebutkan Surah al-Ikhlās
turun berkenaan dengan pertanyaan kaum yahudi adalah hadis daif. Karena salah
satu perawinya daif , yakni Abī Khalaf. Sedangkan hadis Ubay bin Ka‘ab tentang
pertanyaan kaum musyrikin tentang sifat Tuhan merupakan hadis yang sahih
menurut al-Hākim, A♥mad bin ♦anbal dan at-Tirmi♣ī. Walupun an-Nasā′ī[29]
dan Ibnu ♦ibbān menjarahkan hadis ini, namun dengan banyaknya riwayat yang
semakna dengan hadis ini, kualitasnya menjadi terangkat.[30]
11. Surah al-Falaq
Menurut riwayat Abū ☻āli♥
dari Ibnu ‘Abbās, Surah al-Falaq adalah madaniyyah. Sedangkan Karīb juga
meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbās, menyebutkan surah ini adalah makiyyah. Menurut
♦asan, ‘A•a′, Jābir dan Ikrimah pendapat yang pertama yang sahih. Karena surah
ini turun berkenaan dengan sihir yang menimpa Nabi Muhammad, yang dilakukan
orang yahudi di Medinah.[31]
Hadis tentang sihir ini agak panjang,
inti sari hadis tersebut sebagai berikut: seorang Yahudi (yaitu Labīb bin
A‘☺am) menyihir Nabi dengan mengunakan sisir beliau. Akhirnya rasul sakit.
Ketika sakit ini malaikat mendatangi Rasul dan memberitahukan obatnya. Setelah
itu Allah menurunkan surah al-mu‘awwizatain (al-Falaq dan an-Nās).
13. Surah an-Nās
Surah
an-Nās dan al-Falaq dikenal dengan nama surah al-mu‘awwizatain.
Penjelasan tentang pengelompokan surah ini sama dengan Surah al-Falaq.
G. Kesimpulan
Berdasarkan
deskripsi dan analisis terhadap riwayat-riwayat dan pendapat ulama seputar
kualifikasi surah, maka dapat disimpulkan pendapat yang rāji♥ (kuat) adalah sebagai
berikut:
1.
Surah
al-Fāti♥ah :
Makkiyyah
2.
Surah
ar-Ra‘d : Makkiyyah
3.
Surah
ar-Ra♥man :
Makkiyyah
4.
Surah
a☺-☻aff :
Madaniyyah
5.
Surah
at-Tagābun : Madaniyyah
6.
Surah
al-Mu•affifīn :
Madaniyyah
7.
Surah
al-Qadr :
Madaniyyah
8.
Surah
al-Bayyinah : Madaniyyah
9.
Surah
az-Zalzalah : Madaniyyah
10. Surah al-Ikhlā☺ : Makkiyyah
11.
Surah
al-Falaq :
Madaniyyah
12.
Surah an-Nās : Madaniyyah
Apabila dibandingkan dengan dengan hasil sidang pleno Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur′an di Wisma
Haji Tugu Bogor, tanggal 26-28 November 2007
tentang penetapan kualifikasi surah-surah yang diperselisihkan ulama, penulis
menemukan dua surah yang berbeda yakni; Surah al-Mu•affifīn dan al-Qadr. Dalam Mushaf standar
kedua surah ini adalah makkiyyah, sedangkan dari analisis penulis
keduanya adalah madaniyyah. Wallāhu a‘lam bi☺-☺awāb.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul-Razāq ♦usain A♥mad, al-Makiyy wal-Madaniy,
Dārul-‘Affān.
Abū ◘ayyib ☻iddīq bin ♦asan bin ‘Alī al-♦usain al Qinwajī
al-Bukhārī. Fat♥ul-Bayān fi Maqāsid Al-Qurān.
Al-Alūsi. Rūh al-Ma’āniy. Beirut: Beirut: Dār al Ihyā′.
As-Sayū•ī, Jalāluddīn ‘Abdur-Ra♥mān bin Abū Bakr, al-Itqān
fī ‘Ulūmil-Qur′ān. Beirut: Dārul-Fikr.
__________________________________________ , Lubābun-Nuqūl
fī Asbābin-Nuzūl, Beirut: Dārul-Kitāb al-‘Arabī, 2005
asy-Syaukānī, Mu♥ammad bin ‘Alī Mu♥ammad. Fat♥ul-Qadīr.
Mesir: Syirkah Maktabah wa Ma•ba‘ah Mu☺•afā al Bābī. 1383H/1964M.
ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Ilmu-Ilmu
Al-Qur′an,
Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2002.
Al-Wā♥idī, Abū ♦asan ‘Alī A♥mad, Asbābun-Nuzūl,
Beirut: Dārul-Kutub al-‘Ilmiyyah.
Az-Zarkasyī, Badaruddīn Mu♥ammad bin ‘Abdilllah, al-Burhān
fī ‘Ulūmil-Qur’ān. Beirūt: Dārul-Fikr.
Az-Zarqānī, Mu♥ammad ‘Abdul ‘A♂īm, Manāhilul ‘Irfān fī
‘Ulūmil-Qur′ān, Beirut: Dārul-Fikr, 1988.
Az-Zuhailī, Wahbah, Tafsīr al-Munīr fī Akidah wa
Syar’iyah wal-Man♥aj, Beirut: Dār al-Fikr, cet 1. 1411H/1991M.
Az-Zahabī, Syamsuddīn Mu♥ammad bin A♥mad bin ‘U♪mān, Tazkiratul-♦uffā♂,
(Beirut: Dārul Kutub al-‘Ilmiyyah).
------------,Sair A‘lāmun-Nubalā′, Kairo: Dārul ♦adī♪
[1] Nama
lengkapnya adalah Mu♥ammad bin ♦asan bin ♦usein bin Man☺ūr Abul-♦asan an-Naisābūrī.
Wafat tahun 355 H. Beliau adalah ulama yang ahli di bidang hadis. Lihat Syamsuddīn Mu♥ammad bin A♥mad bin ‘U♪mān
az-Zahabī, Tazkiratul-♦uffā♂, (Beirut: Dārul Kutub al-‘Ilmiyyah), j. 3,
h. 885.
[2] Nama
lengkapnya adalah Badaruddīn Mu♥ammad bin ‘Abdullāh az-Zarkasyī. Lahir
di Mesir tahun 745 dan wafat tahun 794 H. Beliau adalah ulama yang ahli di bidang fiqh Syāfi‘i, u☺ūl dan orang pertama yang menyusun ilmu Al-Qur′an dalam bukunya “al-Burhān fī ‘Ulūmil Qur′an”. Lihat Syamsuddīn Mu♥ammad
bin A♥mad bin ‘U♪mān az-Zahabī,
Sair A‘lāmun-Nubalā′, (Kairo: Dārul
♦adī♪), juz 6, h. 60
[3]Badaruddīn
Mu♥ammad bin ‘Abdullāh az-Zarkasyī, al-Burhān fī ‘Ulūmil-Qur′ān, (Beirut:
Dārul-Fikr, 2001), jilid 1, h. 192 . Lihat
juga Jalāluddīn
as-Sayū•ī, al-Itqān fī ‘Ulūmil-Qur′ān, (Kairo: Maktabah Dārut-Turā♪, t.th), jilid 1, h. 34.
[4] Di antara
mufassir yang memilih definisi ini adalah Ibnu Ka♪īr. Dalam Mukadimah kitabnya Ibnu Ka♪īr menjelaskan ayat-ayat Al-Qur′an
terbagi kedalam dua kelompok makkiyyah dan madaniyyah. Ayat/Surah makkiyah
adalah ayat/surah yang turun setelah hijrah, sekalipun tempat turunnya adalah
di Mekah atau ‘Arafah. Sedangkan ayat/surah madaniyyah adalah ayat/surah yang
turun setelah hijrah sekalipun turunnya di Mekah atau tempat mana pun. Lihat
Ibnu Ka♪īr, Tafsir Ibnu Ka♪īr, (Beirut: Dārul-Fikr), jilid 1, h. 18.
[5] Mu♥ammad ‘Abdul-‘A♂īm az-Zarqānī, Manāhilul ‘Irfān fī ‘Ulūmil-Qurān, (Beirut:
Dārul-Fikr, 1988) jilid 1, h. 194-195.
[6] Nama lengkapnya adalah Abū Bakr Mu♥ammad
bin a•-◘aib bin Mu♥ammad
al-Bāqdādī. Wafat tahun 403 H. Di antara
karangannya; I‘jāzul-Qurān, al-Inti☺ār, at-Tanhīd,
dan lain-lain.
[8] Huruf-huruf Hijaiyah yang terdapat di
awal surah dalam kajian ‘ulūmul qur′ān disebut hurūful-muqa••a‘ah.
Dalam Al-Qur′an ada 5 bentuk fawati♥us-suwar (pembuka-pembuka
surah) yaitu: 1)Terdiri dari satu huruf yaitu ☻ād, Qāf, dan Nūn,
terdapat di tiga surah; ☻ād, Qāf, al-Qalam; 2) Terdiri dari dua huruf yaitu ♦ā
mīm terdapat dalam 7 Surah al-Mu′min, Fu☺☺ilāt, asy-Syūrā, az-Zukhruf,
ad-Dukhān, al-Jā♪iyah, dan al-A♥qāf dan huruf ◘ā hā terdapat dalam Surah
◘ā ♥a; 3) Terdiri dari tiga huruf, ini terdapat dalam tiga belas surah: Enam surah
dimulai dengan Alif Lām Mīm; yaitu Surah al-Baqarah, Āli ‘Imrān, al-‘Ankabūt,
ar-Rūm, Luqmān dan as-Sajdah. Lima
surah dimulai dengan Alif Lām Rā; yaitu Surah Yūnus, Hūd, Yūsuf, Ibrāhīm
dan al-♦jir. Dua surah dimulai dengan ◘ā Sīn Mīm, yaitu Surah asy-Syūrā
dan al-Qa☺☺as. 4) terdiri dari empat huruf. Ini terdapat dalam dua surah. Surah
ar-Ra‘d dimulai dengan Alif Lām Mīm Rā dan Surah al-A‘rāf dimulai dengan
Alif Lām Mīm ☻ād; 5) terdiri dari lima
huruf. Ini terdapat dalam satu surah saja, yaitu Surah Maryam yang dimulai
dengan Kāf Hā ‘Aīn ☻ād. Lihat Muhammad Hasbi Ash Shidqy, Ilmu-Ilmu
Al-Qur′ān, (Semarang:
PT Pustaka rezki Putra, 2002), h. 125-126
[9] Disarikan dari ‘Abdur-Razzāq
♦usein A♥mad,
al-Makkī wal-Madanī
fil-Qur′ānil-Karīm,
jilid. 1, h. 160-171.
[12] Lihat a♪-☻a‘labī, al-Kasyu wal-Bayān,
jilid 1, h. 19, Ibnu Ka♪īr, Tafsīr Ibnu Ka♪īr, jilid 1, h. 9-10,
al-Alūsī, Rū♥ul-Ma‘ānī, jilid 1, h. 33-34.
[13] Hadis sahih, diriwayatkan oleh Muslim dalam ☻a♥ī♥ Muslim;
diriwayatkan juga oleh Ibnu ♦ibb☼n dalam ☻a♥ī♥ Ibnu ♦ibb☼n,
an-Nas☼΄ī dalam Sunan an-Nas☼΄ī , dan al-♦☼kim dalam al-Mustadrak
al-♦☼kim .
[16] At-Tirmi♣ī, Sunan at-Tirmi♣ī, (Beirut: Dārul Kutub
al-‘Ilmiyyah), juz 5, h. 412.
[17] As-Sayū•ī, Lubābun-Nuqūl, h. 239. hadis ini adalah
hadis mursal.
[21] As-Sayū•ī, Lubābun-Nuqūl, h. 262. Menurut at-Tirmi♣ī hadis ini
adalah hadis daif.
[25] Hadis
sahih, diriwayatkan oleh al-Bukhārī dalam ☻a♥ī♥ al-Bukhārī dan Muslim dalam ☻a♥ī♥ Muslim.
[26] Al-Wā♥idī, Asbābun Nuzūl, (Beirut: Dārul Kutub
al-‘Ilmiyyah, t.th), h. 500. lihat juga Al-Alūsī, Rūhul Ma‘ānī, jilid 30, h. 271.
[27] Jalāluddīn as-Sayū•ī, Lubābun Nuqūl fi Asbābin-Nuzūl, (Beirut;
Dārul-Kitāb
al-‘Arabī, t. th), h. 268.